Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMUTAKHIRAN data peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bersifat dinamis dan harus disinkronkan terus-menerus. Hal itu untuk menjamin akurasi kepesertaan yang berimbas pada pemenuhan hak dan kewajiban.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan sebenarnya proses data cleansing peserta JKN-KIS yang dilakukan Kementerian Sosial telah dinyatakan selesai. "Cleansing data sudah dipaparkan dalam rapat dengar pendapat Komisi IX pada 12 Desember 2019," kata Iqbal kepada Media Indonesia, kemarin, menjawab pertanyaan soal finali-sasi pendataan peserta JKN-KIS.
Meski begitu, ucapnya, proses data cleansing memang tak akan pernah selesai. Pasalnya, data kependudukan akan selalu dinamis, dan jumlah peserta PBI terus berubah. "Kan data memang dinamis. Bisa jadi PBI hari ini, bulan depan bukan PBI," tuturnya.
Perihal pernyataan Menteri Sosial yang mengatakan bahwa proses data cleansing terkendala nomor induk kependudukan (NIK), BPJS Kesehatan diakuinya hanya mengandalkan data dari Kemensos untuk penentuan PBI, dan tidak terlibat langsung dalam penentuan datanya.
Hal itu sesuai SK Mensos bahwa penentuan PBI memakai data dari Kemensos. Soal NIK, itu juga sudah hasil kerja sama dengan Ditjen Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil) Kementerian Dalam Negeri," tandasnya.
Berdasarkan data pada laman BPJS Kesehatan per 31 Desember 2019, jumlah PBI APBD sebanyak 38.842.476, dan PBI APBN 96.516.666.
Terhadap upaya sinkronisasi data itu, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, kemarin, menjelaskan pihaknya juga terus memutakhirkan NIK. "Data dari Kemensos sebaiknya dilengkapi NIK. Bukan NIK yang tidak rapi," ujarnya. Untuk menyinkronkan data BPJS, menurut Zudan, Kemensos perlu menyinkronkan dengan basis data kependudukan milik Ditjen Dukcapil.
Disiplin
Komitmen pihak BPJS-Kesehatan yang akan meningkatkan pelayanan kepada peserta patut disambut positif. Hal itu bisa berjalan baik bila ada disiplin masyarakat dalam membayar iuran.
"Peningkatan layanan harus terus dilakukan dan PP 86 Tahun 2013 harus segera dilaksanakan," kata Kepala Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, kemarin.
Karena itu, ucapnya, masalah penegakan sanksi bagi peserta iuran mandiri bukan semata-mata kewajiban BPJS Kesehatan, tapi juga diperlukan sinergi antarlembaga. "Oleh karena itu, perlu intervensi Presiden lagi, yaitu memastikan lembaga layanan publik mendukung PP 86/2013," lanjut Timboel.
Sanksi bagi peserta JKN-KIS yang tidak patuh sudah seharusnya ditegakkan. Walaupun begitu, BPJS Kesehatan tidak memiliki wewenang dalam penegakan sanksi tersebut.
Hal itu telah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja selain Penyelengara Negara dan Setiap Orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. (H-1)
BPJS Kesehatan meluncurkan Open Call for Research Proposal Tahun 2025 pada Senin (16/6) di Jakarta.
Kedatangan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti siang ke RS Pratama Yogyakarta bertujuan untuk meninjau layanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit (RS) Pratama Yogyakarta.
Tujuannya, memberikan jaminan akses layanan kesehatan yang adil, merata, dan terjangkau bagi seluruh peserta, tanpa membedakan kaya atau miskin.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyebut banyak pasien diminta meninggalkan rumah sakit masih dengan selang di hidung untuk makan.
Dalam sambutannya, Joko Widodo mengungkapkan perubahan drastis BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan Program JKN sejak awal kepemimpinannya.
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dilakukan yaitu pengembangan sistem klaim digital dan pengembangan sistem pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved