Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMERINTAH pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah saatnya meluruskan persepsi sebagian kabupaten/kota yang dengan sengaja keluar dari program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
"Pada dasarnya keputusan pemerintah daerah untuk keluar dari program JKN-KIS merupakan hal yang salah. Dengan demikian, tugas pemerintah pusat untuk meluruskan hal tersebut," ujar Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori di Jakarta, kemarin.
Seperti diberitakan sebelumnya, pascakenaikan iuran program JKN-BPJS Kesehatan, ada kecenderungan terjadi migrasi atau turun kelas kepesertaan terutama pada kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan pekerja bukan kelas III. Sejalan dengan itu, reaksi muncul dari sejumlah pemerintah daerah yang memutuskan untuk keluar dari kepesertaan JKN-KIS.
Hingga kemarin sejumlah pemerintah daerah yang memutuskan untuk tidak mengikuti (keluar) dari program JKN-KIS yakni kabupaten Bekasi (Jawa Barat), Lahat (Sumatra Selatan) yang memutuskan keluar pada 1 Januari lalu. Teranyar, Kota Mojokerto (Jawa Timur) yang berencana kembali ke program lama, yaitu Jamkesda (total coverage).
Menurut Ahmad, keputusan pemda untuk mengurangi jumlah peserta PBI JKN-KIS dan mengelola sendiri PBI daerahnya lewat anggaran APBD merupakan keputusan yang keliru. Pasalnya, hal itu akan menghambat kelancaran program JKN-KIS. Di samping itu, akan menghambat akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Untuk itu, pascapenetap-an Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 82 tentang Jaminan Kesehatan, Ansyori menyatakan pihaknya terus melakukan pemantauan dan koordinasi terkait pelaksanaan iuran JKN-KIS.
Dia menegaskan sebagai penyelenggara, BPJS Kesehatan memberi peluang bagi masyarakat untuk menyesuaikan kemampuan finansialnya dan tetap mendapatkan pelayanan prima. "Catatan DJSN atas hal tersebut, proses peserta mandiri untuk turun kelas layanan rawat inap (iuran) terbuka dan difasilitasi," ucapnya.
Program nasional
Saat dihubungi terpisah, Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengimbau pemerintah daerah untuk mendukung program JKN-KIS pascakenaikan iuran. Pasalnya, menurut UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kesehatan merupakan Urusan Pemerintah Konkuren dengan spesifikasi urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Sejak 2016, JKN sudah ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional yang menurut UU 23/2014 itu, seluruh pemda wajib mendukungnya.
Dia juga menyatakan, pemerintah pusat harus bisa mencegah dan melarang pemda menurunkan pesertanya PBI APBD hanya karena alasan kenaikan iuran. "Atas dasar tersebut, pemda tidak boleh dengan sesuka hatinya menurunkan jumlah PBI APBD-nya hanya karena takut beban APBD semakin berat menanggung iuran PBI APBD," kata Timboel.(Ata/H-1)
BPJS Kesehatan meluncurkan Open Call for Research Proposal Tahun 2025 pada Senin (16/6) di Jakarta.
Kedatangan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti siang ke RS Pratama Yogyakarta bertujuan untuk meninjau layanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit (RS) Pratama Yogyakarta.
Tujuannya, memberikan jaminan akses layanan kesehatan yang adil, merata, dan terjangkau bagi seluruh peserta, tanpa membedakan kaya atau miskin.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyebut banyak pasien diminta meninggalkan rumah sakit masih dengan selang di hidung untuk makan.
Dalam sambutannya, Joko Widodo mengungkapkan perubahan drastis BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan Program JKN sejak awal kepemimpinannya.
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dilakukan yaitu pengembangan sistem klaim digital dan pengembangan sistem pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved