KLHK Pastikan Lahan Gambut Tetap Basah Saat Kemarau

Indriyani Astuti
10/9/2019 16:16
KLHK Pastikan Lahan Gambut Tetap Basah Saat Kemarau
Kebakaran Hutan dan Lahan di Aceh(Antara/Syifa Yulinnas)

DIREKTUR Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Raffles Brontestes Panjaitan menuturkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2019, tidak seluas yang terjadi pada 2018 hingga mencapai 500 ribu Ha.

Hasil rekapitulasi Kementerian LHK total area yang terbakar pada Januari hingga 31 Agustus 2019, seluas 339.161 Ha didominasi oleh lahan mineral 239.161 Ha, adapun pada lahan gambut seluas 89.563 Ha. Karhutla pada lahan gambut, kata Raffles, menjadi penyebab kabut asap pekat dalam jangka waktu lama karena sulit dipadamkan. Lahan gambut yang sudah terbakar akan sulit dipadamkan tanpa adanya air yang menjenuhkan.

Dari luas 89.563 Ha lahan gambut yang terbakar, apabila dirinci berdasarkan tutupan lahan, area gambut yang terbakar di kawasan nonhutan seperti semak belukar, belukar rawa, perkebunan, permukiman, transmigrasi, pertanian lahan kering, rawa, tanah terbuka, tambang, sawah, pertambangan, bandara dan tubuh air luasnya mencapai 86.014 Ha. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan area gambut di kawasan hutan yang terbakar yakni seluas 3.549 Ha.

Pemerintah, ucap Raffles, melakukan upaya tata kelola gambut dengan memastikan lahan tetap basah terutama saat musim kemarau. Tinggi muka air pada lahan gambut, imbuhnya, setidaknya harus 40 cm untuk memastikan pipa kapilernya bisa mengantar air ke permukaan sehingga area gambut tetap basah.

"Kalau ada yang membakar, tidak mau hidup, karena masih berair," tutur Raffles.

Baca juga: Tujuh Helikopter Waterbombing Padamkan Karhutla di Sumsel

Permasalahannya, kanal-kanal untuk mengaliri air di lahan gambut tidak dibuat menyesuaikan karakteristik dan kontur gambut. Itu menyebabkan kanal gambut menjadi kering karena sedimentasi dan pengendapan. Pada musim kemarau, lahan gambut lebih mudah terbakar. Pembuatan kanal-kanal seperti itu, ujar Raffles, telah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Sekarang diperbaiki dengan mengeluarkan peraturan menteri LHK tentang pengaturan ekosistem gambut. Perbaikan tata kelola gambut dilakukan," imbuhnya.

Ia mengakui karhutla di lahan gambut 99% disebabkan oleh perilaku manusia yang melakukan pembukaan lahan dengan membakar. Raffles menyebut di daerah, pembakaran lahan umumnya bertujuan untuk membersihkan area yang nantinya akan dibangun permukiman. Kementerian LHK, imbuhnya, mendorong agar pemerintah daerah setempat mengeluarkan peraturan lebih tegas untuk menindak pelaku pembakar lahan.

Selain ulah manusia, menurutnya, karhutla yang terjadi belakangan ini juga dampak dari musim kemarau panjang. BMKG memprakirakan musim kemarau di beberapa wilayah di Indonesia akan berlangsung hingga September sehingga risiko kebakaran masih tinggi.

Berdasarkan peraturan Menteri LHK, pihaknya melarang pembukaan izin pada lahan yang memiliki kubah gambut. Kalau sudah ada izin, maka dihentikan dan dilakukan penataan. Sementara jika sudah terlanjur dibuka dilakukan pemeriksaan aliran air dengan dibuat tetap basah dan menyekat kanal.

Untuk rekapitulasi lahan gambut yang terbakar per provinsi, data Kementerian LHK menunjukkan Provinsi Lampung paling luas yaitu 40.553 Ha disusul dengan Kalimantan Tengah 24.884 Ha, Nusa Tenggara Timur 10.025 Ha, Jambi seluas 5.804 Ha, Sumatra Selatan 4.717 Ha, Kalimantan Selatan 1.949 Ha, Kalimantan Timur 223 Ha, Sumatra Barat 251 Ha, Kepulauan Bangka Belitung 231 Ha, Aceh 202 Ha, Kalimantan Utara 5 Ha dan Aceh 1 Ha.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya