Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Perlu Uji Publik sebelum Naikkan Iuran JKN

Indriyani Astuti
31/8/2019 08:35
Perlu Uji Publik sebelum Naikkan Iuran JKN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

SEBELUM menaikkan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN), pemerintah perlu melakukan uji publik agar masyarakat dapat memahami latar belakang kebijakan penaikan iuran tersebut. Selain itu, data peserta juga harus diperbaiki.

Pendapat itu disampaikan Komisioner Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris, secara terpisah di Jakarta.

"Supaya respons masyarakat objektif dan konstruktif. Selain untuk mengantisipasi penolakan masyarakat, uji publik penting sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik sebelum pemerintah mengambil kebijakan," kata Ansyori, kemarin.

Mengenai metodenya, lanjutnya, DJSN menyarankan pemerintah menyesuaikan materi dan kontennya dengan klaster atau kelompok masyarakat yang menjadi sasaran. Setiap kelompok masyarakat bisa saja berbeda dalam merespons penaikan iuran JKN. "Pada 2016 saat tarif iuran naik tidak dilakukan uji publik," imbuhnya.

Pemerintah berencana menaikkan besaran iuran peserta JKN segmen mandiri pada Januari 2020. Menurut Ansyori, pelaksanaan uji publik idealnya satu atau dua bulan sebelum tarif baru diberlakukan supaya pemerintah punya waktu untuk meninjau ulang.

Di tempat terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf, enggan berkomentar mengenai uji publik dan besaran penaikan iuran. Menurutnya, Kementerian Keuangan lebih relevan dalam menetapkan kebijakan iuran termasuk urgensi mengenai uji publik.

Perbaiki data peserta

Fahmi mengatakan rencana penaikan tarif iuran JKN harus dibarengi dengan pembenahan data kepesertaan program JKN. Tujuannya ialah agar iuran untuk peserta JKN segmen penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayarkan pemerintah tepat sasaran.

"BPJS Kesehatan terus berupaya mengoreksi data (cleansing data) untuk meminimalkan inclusion error dan exclusion error," ujarnya ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Inclusion error, lanjutnya, terjadinya kesalahan karena orang yang tidak berhak menerima manfaat masuk database sebagai penerima manfaat. Sebaliknya, exclusion error ialah kesalahan data karena orang yang berhak menerima manfaat, tetapi tidak masuk di database sebagai penerima.

"BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial masih melakukan cleansing data peserta JKN. Dari temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terdapat 27,4 juta data peserta yang bermasalah," tambah Fahmi.

Sementara itu, Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, menyarankan pemerintah pusat mengkaji kembali rencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang memunculkan kontroversi di masyarakat. Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Edy Sugiarto, mengatakan setuju iuran JKN dinaikkan karena besaran tarif saat ini tidak sesuai lagi dengan nilai keekonomisan.

"Namun, jumlahnya jangan terlalu besar. Saya khawatir akan menimbulkan gejolak di berbagai daerah," ujarnya.

Hal senada disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur yang akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Namun, penaikan iuran JKN harus diikuti peningkatan pelayanan kesehatan.

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung memastikan akan tetap menanggung iuran JKN bagi masyarakat miskin yang menjadi tanggung jawab pemerintah. (WJ/UL/PO/RF/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya