Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Deteksi Hepatitis, Hindari Kanker Hati

Eni Kartinah
07/8/2019 08:29
Deteksi Hepatitis, Hindari Kanker Hati
Para pembicara pada kampanye edukasi memeringati Hari Hepatitis Sedunia di Jakarta, Minggu (28/7).(Istimewa)

Find the missing millions, temukan jutaan yang hilang. Itulah tema peringatan Hari Hepatitis Sedunia yang diperingati tiap 28 Juli. Tema tersebut didasari fakta bahwa banyak pengidap hepatitis yang tidak terdeteksi.

Hal itu menjadi permasalahan rumit, terutama untuk hepatitis B dan C. Sebab, kedua jenis hepatitis itu merupakan penyakit menular yang bisa menimbulkan komplikasi berat, berupa sirosis (kematian jaringan) dan kanker hati.

"Dari berbagai tipe hepatitis, hepatitis B dan C perlu mendapat perhatian lebih karena bisa berkembang menjadi penyakit kronis (menahun) dengan komplikasi sirosis dan kanker hati. Data penelitian menyebutkan, 25%-30%  penderita hepatitis kronis berakhir dengan sirosis dan kanker hati," ujar Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), dr Irsan Hasan SpPD-KGEH, pada edukasi kesehatan terkait Hari Hepatitis Sedunia yang digelar PT Kalbe Farma Tbk bersama PPHI di Jakarta, Minggu (28/7).

Ia menjelaskan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi hepatitis B 7,1%. Adapun hepatitis C 1 persen. "Jika digabung, angkanya mendekati 10%. Jadi, rata-rata satu dari 10 orang di masyarakat mengidap hepatitis."

Tapi, lanjut Irsan, yang terdeteksi sedikit sekali. Ia mencontohkan hasil program pengobatan gratis hepatitis C yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan. Selama 2017 sampai Mei 2019, penderita yang terobati ‘hanya’ 3.818 orang.

Padahal, prevalensinya 1%, yang artinya ada 2,5 jutaan orang pengidap hepatitis C di Indonesia. "Gap-nya besar sekali. Kondisi serupa juga terjadap pada penderita hepatitis B," kata Irsan.

Mengapa hal itu terjadi? Sebab, terang Irsan, sebagian besar kasus hepatitis B dan C tidak menimbulkan gejala mengganggu. Sehingga pengidapnya tidak terdorong untuk memeriksakan diri. Tanpa disadari penderita, penyakit itu terus berkembang menjadi kronis. Ketika gejala muncul, umumnya hepatitis sudah berada di tahap lanjut.

“Rata-rata, mulai dari terinfeksi hingga timbul sirosis atau kanker hati diperlukan waktu 20-30 tahun. Selama itu, sebagian besar kasus tak menimbulkan gejala. Bahkan ketika penderita hepatitis sudah sampai di tahap kanker hati pun, tidak serta merta menimbulkan gejala. Gejala timbul ketika kankernya sudah di stadium lanjut. Karena itulah, saat ini, rata-rata usia harapan hidup pasien kanker hati di Indonesia hanya 5-6 bulan setelah terdeteksi, karena factor keterlambatan itu,” terang Irsan.

Karena itu, Irsan pun menekankan pentingnya tes screening. Pertama, screening untuk mengetahui apakah kita mengidap hepatitis atau tidak. Caranya dengan pemeriksaan darah. Kedua ialah screening untuk mereka yang sudah diketahui sakit hepatitis, tujuannya untuk mendeteksi dini kanker hati. Caranya lewat pemeriksaan darah dan USG liver setiap enam bulan sekali.

“Kanker hati kalau ukurannya masih di bawah 3 cm, bisa disembuhkan. Bagaimana cara mendeteksi kanker yang masih kecil itu? Lewat USG,” imbuh Irsan. (OL-09)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya