Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mbah Moen, Ulama Negarawan

Zuhairi Misrawi Intelektual Nahdlatul Ulama
07/8/2019 06:30
Mbah Moen, Ulama Negarawan
Para pelayat membawa jenazah KH Maimoen Zubair (Mbah Moen), 90, untuk dimakamkan di Ma’la, Mekah, Arab Saudi, kemarin.(Dok. MCH 2019/Bahaudin)

Zuhairi Misrawi

Intelektual Nahdlatul Ulama

 

INNALILLAHI wa inna ilaihi raji'un. Doa terus mengalir di jagat media sosial mengiringi kabar wafatnya salah satu ulama sepuh, KH Maimoen Zubair, yang akrab dipanggil Mbah Moen. Nasihat-nasihatnya selalu menghiasi ruang publik. Menyejukkan dan meng-inspirasi. Ulama yang tidak pernah berhenti mengingatkan kita semua untuk menjaga dan mencintai negeri ini.

Mbah Moen selalu mengingatkan kita semua bahwa Indonesia ialah negara yang besar, yang mempunyai kesempatan emas untuk bersaing dengan negara-negara lain. Ia percaya negeri ini akan tinggal landas dengan catatan terus menjaga harmoni, toleransi, dan kebersamaan.

Maka dari itu, Mbah Moen selalu mengingatkan kita perihal pentingnya menjaga persatuan. Perbedaan agama bukan penghalang untuk mewujudkan persatuan dan perdamaian.

"Agamamu adalah agamamu, dan agamaku adalah agamaku." Lakum dinukum wa liya din. Ayat dalam Surah Al-kafirun yang selalu dibacakan Mbah Moen agar kita hidup dalam bingkai persaudaraan meskipun kita berbeda-beda agama. Muslim dan nonmuslim harus bahu-membahu membangun negeri sehingga tumbuh persaudaraan kebangsaan.

Prinsip toleransi yang melekat dalam diri Mbah Moen menjadikan dirinya sebagai ulama yang diterima seluruh kalangan. Bahkan dalam suasana politik saat dirinya sudah menentukan pilihan, Mbah Moen tidak memutus silaturahim dengan sosok yang tak dipilihnya.

Dalam momen pilpres yang lalu, kita melihat kedua calon presiden berkontestasi. Istimewanya, Mbah Moen menerima semua capres untuk bersilaturahim ke kediamannya. Ini akhlak yang sangat baik, bahwa perbedaan politik hendaknya tidak memutus silaturahim.

Kira-kira Mbah Moen ingin meng-ajarkan kepada kita semua begini, politik sekadar instrumen untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Karena itu, politik sejatinya tidak mengorbankan persaudaraan dan persahabatan. Silaturahim yang sudah menjadi bagian dari tradisi dan kebudayaan lokal yang dianjurkan agama harus terus dikobarkan sehingga kita tidak menjadi korban friksi dan polarisasi yang menajam akibat perbedaan politik.

Dalam konteks tersebut, Mbah Moen ialah sosok ulama yang negarawan. Almarhum menjadi obor keteladanan bagi bangsa yang saat ini sedang mengalami defisit kaum negarawan.

 

BAHKAN, ironisnya sebagian ulama ada yang terjebak dalam friksi politik dengan menggelar forum-forum yang cenderung memperunyam politik nasional.

Mbah Moen memilih untuk menyuarakan politik kebangsaan dan politik kemaslahatan, sebagaimana dipedomani para ulama NU. Politik sejatinya tidak memecah belah, tetapi justru memperkukuh solidaritas kebangsaan. Karenanya dalam situasi kritis, Mbah Moen selalu berada di garda terdepan dalam menyuarakan pentingnya menjaga keindonesiaan kita.

Dalam konteks yang lebih luas, saya mendengarkan langsung pesan Mbah Moen kepada Presiden Jokowi dalam sebuah silaturahim ke Pesantren Al-Anwar pada 2014, "Jika kalangan pesantren dan nasionalis bersatu, insya Allah Indonesia kukuh dan maju". Pesan ini, menurut saya, maknanya sangat mendalam, bahwa republik ini dibangun di atas kerja sama, kolaborasi, gotong royong, dan konsensus.

Setiap kelompok harus membangun kolaborasi untuk Indonesia yang damai dan maju. Faktanya, memang kalangan pesantren berada di garda terdepan dalam menjaga keindonesiaan kita. Mbah Moen merupakan sosok terdepan yang terus mengingatkan kita semua, bahwa republik ini dimerdekakan bersama-sama dan harus dijaga bersama-sama pula.

Dalam ruang lingkup yang lebih luas, seluruh elemen bangsa dari berbagai agama, suku, dan kelompok harus memikirkan kepentingan bersama sebagai negara bangsa sebab hanya dengan cara itu, bangsa ini bisa akan tinggal landas.

Sebelum berangkat haji terakhirnya, Mbah Moen bersilaturahim ke kediaman Megawati Soekarnoputri. Makna silaturahim ini sangat mendalam, bahwa silaturahim di antara berbagai tokoh bangsa, baik dari kalangan nasionalis maupun kalangan pesantren harus senantiasa dihidupkan sehingga perjumpaan-perjumpaan akan melahirkan kesadaraan perihal pentingnya kebersamaan dalam konteks kebangsaan.

Tidak dielakkan, Mbah Moen ialah sosok ulama yang negarawan. Ia tidak hanya menjadi tokoh agama, tetapi juga sebagai tokoh bangsa. Apalagi dalam ceramah-ceramahnya selalu berisi pesan-pesan keindonesiaan, khususnya dalam rangka memupuk cinta Tanah Air.

Selamat jalan Mbah Moen, keteladananmu tidak akan pernah pudar. Terima kasih sudah menjadi bagian dari cahaya Indonesia. Kami akan melanjutkan pikiran dan keteladananmu untuk menjaga dan mencintai Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya