Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok Belum Maksimal

Indriyani Astuti
28/5/2019 18:10
Penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok Belum Maksimal
Warga melintas di depan banner kawasan bebas asap rokok di Halaman Masjid Agung Baitul Makmur Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Kamis (4/1).(ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

PENERAPAN kawasan tanpa asap rokok (KTR) belum maksimal dilakukan. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, ada 19 Provinsi dan 309 daerah yang sudah mempunyai peraturan daerah khusus KTR, namun hanya 29 daerah yang sudah menerapkan tindak pidana ringan (tipiring) berupa sanksi pembayaran denda bagi masyarakat merokok di kawasan yang sudah ditetapkan.

KTR adalah ruang atau area dilarang merokok, menjual, mengiklankan atau mempromosikan produk tembakau. Ada delapan wilayah yang ditetapkan menjadi KTR antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar atau sekolah, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan fasilitas umum baik yang dikelola pemerintah maupun swasta.  Kebijakan KTR merupakan bagian dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang tertuang dalam Instruksi Presiden No 1/2017.

Baca juga: Rokok Jadi Konsumsi Terbesar di Kalangan Rumah Tangga Miskin

Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Anung Sugihantono, mengatakan salah satu alasan implementasi KTR belum maksimal diterapkan karena daerah masih mengandalkan iklan rokok sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Padahal, terang Anung, sudah ada daerah-daerah yang berhasil mengimplementasikan KTR, bahkan tidak lagi menerima pendapatan dari iklan rokok daerah itu antara lain Kulon Progo dan Bogor yang juga sudah menerapkan tipiring.

"Masalah mendasar dari daerah ialah kehilangan PAD dari iklan rokok. Padahal berdasarkan pengalamannya Bogor, billboard iklan yang sudah disiapkan lebih banyak menghasilkan pemasukan kalau tidak dipakai iklan rokok karena iklan rokok mengontraknya lama," papar Anung dalam acara temu media tentang Peringatan Hari Tanpa Tembakau yang diperingati setiap 31 Mei, di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (28/5).

Berbeda dengan Bogor, di Kulon Progo, Bupatinya mendorong iklan rokok dihilangkan. Dari kebijakan itu, ada biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan yang harus ditanggung daerah itu menjadi turun bersamaan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi masyarakat.

Untuk lebih mendorong daerah serius menerapkan KTR, Kementerian Kesehatan, kata Anung, mengusulkan adanya insentif atau kompensasi dengan dana alokasi khusus (transfer dana) bagi daerah yang berhasil menerapkan KTR hingga mengurangi iklan rokok. Menurut pengakuan Anung, usulan itu sudah dibahas bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. "Kalau ini diimplementasikan, iklan rokok berkurang," terang Anung.

Anung mengungkapkan, pemberlakuan KTR masih belum dapat menurunkan jumlah perokok secara signifikan. Tetapi jika dihitung dari manfaatnya, masyarakat bisa mendapatkan udara yang lebih bersih dan menurunnya faktor risiko penyakit yang berkorelasi dengan rokok seperti hipertensi, stroke, atau jantung. Selain KTR, iklan juga dianggap mempengaruhi masyarakat untuk merokok.

Baca juga: Setop Menyetir sambil Merokok

Kementerian Kesehatan mendorong pengaturan tegas iklan rokok. Meskipun sudah ada larangan iklan rokok dapat tayang pada jam-jam tertentu, Anung mengatakan masih ada stasiun televisi yang menanyangkannya di luar ketentuan. Komisi Penyiaran Publik (KPI) yang berwenang menegur stasiun TV. "Harga rokok murah juga membuat masyarakat mudah membeli rokok," ucapnya.

Ia pun mengakui bahwa pemerintah belum mempunyai padangan yang sama bahwa rokok berdampak buruk bagi kesehatan. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya