Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Angkat Problematika Petani, Film Seribu Bayang Purnama Tayang Mulai 3 Juli

Media Indonesia
26/6/2025 20:38
Angkat Problematika Petani, Film Seribu Bayang Purnama Tayang Mulai 3 Juli
Ilustrasi(Dok ist)

UNTUK pertama kalinya dalam sejarah perfilman Indonesia, ada sebuah film layar lebar yang mengangkat sepenuhnya problematika para petani di pedesaan masa kini, yang mungkin tak banyak diketahui masyarakat perkotaan.

Film ini berjudul Seribu Bayang Purnama yang diproduksi Baraka Films, sebuah rumah produksi yang berpengalaman membuat film-film dokumenter. Di dalam film ini diceritakan bagaimana sulitnya petani memperoleh modal untuk mengolah lahan mereka, antara lain karena mahalnya harga pupuk dan pestisida kimia yang sudah biasa digunakan para petani. Akibatnya, para petani terperosok ke dalam jeratan para rentenir yang menerapkan bunga pinjaman selangit, sehingga para petani pun hidup dalam lingkaran kemiskinan yang tak berkesudahan.

Nasib para petani yang kurang beruntung inilah yang menginspirasi Yahdi Jamhur, sutradara film Seribu Bayang Purnama, untuk mengangkat kegelisahan petani masa kini ke dalam sebuah film, dengan harapan masyarakat luas dapat lebih memahami derita para petani. Pasalnya, para petani inilah, yang menjadi tiang utama atau tulang punggung pengadaan pangan secara nasional.

Menurut Yahdi Jamhur, yang juga founder Baraka Films, keinginan membuat film Seribu Bayang Purnama, dipicu oleh tantangan dan dukungan penuh dari produser eksekutif film ini, Joao Mota.

Joao yang dikenal sebagai penggiat pertanian alami dan sangat peduli dengan pertanian serta nasib petani Indonesia itu datang membawa ide cerita, kisah sukses seorang petani muda di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mampu mempelopori Metode Tani Nusantara, sebuah metode pertanian alami yang mudah, murah, dan sederhana.

Dengan menerapkan metode ini, para petani tidak perlu lagi bergantung kepada rentenir dan pupuk pestisida pabrikan berbahan baku kimia yang harganya cukup mahal serta bisa menekan biaya pertanian hingga 80%. Namun, untuk menerapkan metode pertanian alami di desa yang sudah sangat bergantung pada pupuk dan pestisida pabrikan, tidaklah mudah.

Perjuangan para perintis metode pertanian alami mendapatkan perlawanan keras dari juragan penjual pupuk kimia pabrikan seperti digambarkan dalam film Seribu Bayang Purnama.

"Konflik antara pejuang tani alami dengan juragan pupuk pabrikan yang diwarnai kisah cinta yang juga problematik jadi bagian paling menarik dalam film ini," kata Yahdi.

Yahdi berharap film Seribu Bayang Purnama hasil karyanya ini, juga dapat menginspirasi generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian, seperti dicontohkan Putro Hari Purnomo, tokoh utama film ini.Putro adalah seorang pemuda yang bertekad kembali dari kota ke kampung halamannya, untuk menggerakkan para petani agar ikut menerapkan metode pertanian alami.

Sesuai pengalaman Yahdi Jamhur yang cukup panjang sebagai jurnalis TV dan pembuat film-film dokumenter, film yang dibuat dengan mengambil lokasi di sebuah desa di Yogyakarta ini dipenuhi gambar sinematik yang indah dan eksotis, sehingga membuat para penonton merasa seakan berada di alam pedesaan yang mengingatkan pada akar budayanya.

Film ini didukung alur cerita dan penokohan yang kuat, lewat skenario yang ditulis oleh Swastika Nohara, yang pernah meraih dua Piala Maya untuk kategori Penulis Skenario Terpilih, serta nominasi sebagai penulis skenario terbaik pada ajang bergengsi FFI 2014. Film Seribu Bayang Purnama bakal tayang serentak mulai 3 Juli 2025 di jaringan bioskop nasional. (Ant/H-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya