Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
Review: Film Dilan 1983 Wo Ai Ni
SEJAK Dilan 1990 yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan begitu melekat di banyak benak dan hati penonton, kini pecinta film disuguhkan dengan hadirnya film terbaru Dilan 1983 Wo Ai Ni yang diproduksi oleh Falcon Pictures. Disutradarai Fajar Bustomi bersama Pidi Baiq, skenario ditulis Alim Sudio dan Pidi Baiq, Dilan 1983 Wo Ai Ni bukan film cinta-cintaan anak kecil seperti yang menjadi kekhawatiran banyak orang saat berbagai materi promosinya dirilis.
Dilan 1983 Wo Ai Ni mengikuti kisah Dilan –yang kini diperankan Adhiyat– saat masa Sekolah Dasar (SD). Di tahun tersebut, Dilan bersama orangtuanya kembali dari Timor-Timur (kini Timor Leste). Dilan ikut bersama ayahnya (Bucek) bertugas di sana sebagai tentara, sekaligus bersama sang ibu (Ira Wibowo).
Baca juga : Bermain di Film Dilan 1983: Wo Ai Ni, ini Adegan Favorit Muhammad Adhiya
Dilan pun lantas kembali ke sekolah lamanya di Bandung, sebelum berpindah ke Timor Timur. Ia bertemu dengan teman-teman lamanya dan teman baru yang bakal menjadi sasaran kejahilannya, Mei Lien (Malea Emma). Di berbagai materi promosi Dilan dan Mei Lien kerap diposisikan berdampingan. Namun, ketika melihat filmnya, ini bukan film cinta-cintaan layaknya remaja atau dewasa. Justru, intensi dari si pembuat membawa Dilan 1983 Wo Ai Ni sebagai film persahabatan manis anak-anak berlatar ketika ponsel pintar belum marak.
Persahabatan antara Dilan dan gengnya, Agus, Nanang (Keanu Azka), Agus (Ferdy Adriansyah) dan Fajar (Sultan Hamonangan) terasa begitu cair dan ketiganya mampu membangun kepercayaan terhadap penonton. Kenakalan-kenakalan masa kecil, permainan-permainan dan tradisi lampau yang jadi konvensi bagi anak-anak di era itu bahkan setelahnya, juga membuat film ini terasa seperti film nostalgia.
Sementara interaksi Dilan dan Mei Lien dibiarkan mengalir natural tanpa menambah bumbu-bumbu romansa layaknya film drama orang dewasa. Sutradara memahami bagaimana menjaga kedua karakter bocah tersebut berada dalam mode eksplorasi dunia dan perasaan, dengan gestur-gestur yang tidak diniatkan sebagai pasangan melainkan teman.
Baca juga : Dilan Kembali! Novel Dilan 1983 Wo Ai Ni Dirilis, Ini Bocoran Ceritanya dari Pidi Baiq
Selain membawa nostalgia pada kultur anak-anak pada masa 80-an, Pidi Baiq dan Fajar Bustomi juga membawa memori kolektif Indonesia tentang peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) yang terjadi di era 1980-an. Beberapa kali terlihat mayat yang dibuang dalam karung. Meski peristiwa ini dijadikan sekilas sebagai latar masa, tetapi lewat karakter Bunda-hara (Ira Wibowo) setidaknya sutradara tidak sekadar lempar tangan untuk tidak menyatakan sikap terhadap siapa yang seharusnya bertanggung jawab.
Bunda-hara, ketika berkumpul dengan Dilan dan anak-anaknya yang lain memberikan pemahaman kepada mereka pemerintah tidak mungkin tidak tahu siapa yang melakukan.
Latar peristiwa masa 80-an yang juga dimasukkan tentu saja pada bagaimana ayah Dilan (Bucek) ditugaskan di Timor-Timur, masa di mana Indonesia melakukan pendudukan di negara tersebut. Dalam salah satu dialog, Dilan menyebut ayahnya ikut memerangi Xanana Gusmao dan Fretilin-nya, tokoh dan kelompok pembebasan Timor Leste dari pendudukan yang kemudian menjadi presiden pertama negara tersebut.
Baca juga : Ini Beda Besar Dilan 1983 dengan Trilogi Sebelumnya
Dengan film Dilan 1983 Wo Ai Ni yang diklasifikasikan untuk penonton Semua Umur, tentu saja memasukkan dua latar sejarah tersebut memberikan referensi terhadap generasi penonton yang lebih muda untuk mengakses apa yang terjadi pada masa tersebut. Satu hal yang mungkin luput adalah bagaimana Mei Lien sebagai murid Tionghoa dan minoritas di sekolahnya atau di lingkungannya tidak digambarkan lebih luas.
Porsi film ini memang lebih berpusat pada Dilan. Situasi yang dihadapi Mei Lien yang ditampilkan di film ini sebagai kelompok minoritas adalah saat pelajaran agama di kelas (guru agama memberikan materi tentang cara wudu bagi muslim), ia harus keluar dan tidak difasilitasi oleh sekolah untuk sama-sama memiliki pelajaran agama yang dianutnya.
Dengan durasi yang cukup panjang dan per adegan yang rapat, sebenarnya bisa dilakukan perluasan pada dunia-dunia karakter sekitar Dilan menjadi lebih tergambar, ketimbang semuanya memusatkan pada dunia Dilan yang membuat filmnya terasa begitu panjang.
Secara mengejutkan, Dilan 1983 Wo Ai Ni terasa menyenangkan dengan melihat dunia Dilan kecil dan nostalgia kita pada persahabatan lama masa SD. Film Dilan 1983 Wo Ai Ni tayang mulai 13 Juni 2024 di jaringan bioskop.(M-3)
Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu mengangkat kisah Sadali yang siap menuntut ilmu di Yogyakarta, namun takdir membawa dirinya terikat perjodohan dengan Arnaza
Dalam film tersebut, Dilan baru saja pulang ke Bandung setelah dua tahun ikut bersama ayahnya yang merupakan tentara, bertugas di Timor-Timor (kini Timor Leste).
SETELAH hampir tiga tahun vakum, Pidi Baiq, sang penulis novel fenomenal, kembali menghadirkan kisah Dilan dalam novel terbarunya berjudul Dilan 1983: Wo Ai Ni.
Ini profil Zee JKT48 salah satu pemeran utama dalam film “Ancika: Dia yang Bersamaku 1995”, yang diadaptasi dari novel karya Pidi Baiq.
Selain di Bandung, proses seleksi pemain film Dilan Ancika 1995 juga akan digelar di sejumlah kota besar lainnya di antaranya Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, Medan, hingga Makassar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved