Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
THEE Marloes, band yang berasal dari Surabaya, tidak hanya sekadar memainkan musik soul dan RnB era 70-an, tetapi mereka juga memberikan sentuhan hip-hop yang membuat mereka unik dan otentik dalam industri musik.
Salah satu anggota Thee Marloes, Sinatrya Dharaka atau yang akrab disapa Raka, mengungkapkan bahwa inspirasi utama musik mereka berasal dari black music yang mendominasi era 60-an dan 70-an.
"Kami banyak terinspirasi oleh musik soul dan R&B, terutama musik-musik dari tahun 60-an hingga 70-an. Kami juga memasukkan unsur ritme hip-hop ke dalam musik kami," ujar Raka dalam wawancara dengan tim Media Indonesia, Kamis, (13/6).
Baca juga : Cigaretes After Sex Rilis Single Baby Blue Movie
Mereka juga merasa bahwa di Surabaya, tidak banyak musisi yang berani untuk memainkan black music. Hal ini membuat mereka merasa berbeda dan memiliki semangat untuk memperkenalkan genre musik yang jarang terdengar di kota tersebut.
Dengan menggabungkan pengaruh musik soul dan R&B dengan elemen hip-hop, lagu terbaru mereka yang berjudul "Mungkin Saja" mengeksplorasi pengalaman hidup dan refleksi diri. Lagu tersebut menggambarkan tantangan hidup di usia 30-an, perasaan terlambat mencapai tujuan, dan bagaimana pengalaman masa lalu membentuk diri mereka saat ini.
"Lebih seperti sebuah kisah, tentang pertemanan, dan tantangan hidup saat kita memasuki usia 30-an, di mana kita merasa terlambat mencapai impian kita dan terkadang merasa kaya engga bisa achive apa yang kita inginkan," jelas Raka.
Baca juga : Thee Marloes Rilis Single Mungkin Saja
Selain itu, dalam video musik mereka, Thee Marloes berusaha untuk merepresentasikan Surabaya dari sudut pandang yang berbeda. Mereka menampilkan sisi nostalgik dari kota tua Surabaya, yang jarang dieksplorasi secara visual. Dengan referensi dari masa lalu, mereka menciptakan video musik yang unik dan memukau, bahkan memungkinkan membuat penduduk Surabaya sendiri terkejut melihat lokasi-lokasi yang dipilih.
"Kami mencoba untuk menampilkan Surabaya dari perspektif yang berbeda, dengan mengeksplorasi area-area yang jarang diekspos. Sehingga pas orang-orang nonton, 'loh kok aku engga pernah ke bagian sini (kota Surabaya) ini bagian mana?," ujar Raka.
Perjalanan awal terbentuknya Thee Marloes dimulai pada tahun 2020, di tengah pandemi. Berawal dari Sinatrya Dharaka dan Tommy Satwick yang memulai proyek musik bersama, yang kemudian Raka mengajak Natassya Santuri untuk bergabung.
Baca juga : Lucien Sunmoon Ungkap Perasaan yang Terpendam Lewat Single Reminisce
Dengan selera musik yang sama, Thee Marloes merilis lagu secara mandiri dan menarik perhatian label musik Big Crown Records dari Brooklyn, New York. Kolaborasinya dimulai dari pesan sederhana di Instagram yang menanyakan apakah band mereka memiliki materi lagu lainnya.
Setelah bertukar demo selama hampir setahun, label tersebut tertarik dengan gaya musik Thee Marloes. Pada tahun 2022, Thee Marloes menandatangani perjanjian kerja sama yang berlanjut hingga sekarang dan telah menghasilkan dua belas lagu.
Thee Marloes saat ini sedang bersiap untuk merilis album penuh mereka pada Agustus mendatang. Band beranggotakan tiga orang tersebut akan merilis single secara bertahap setiap dua hingga tiga minggu hingga album penuh tersebut keluar.
Selain itu, Thee Marloes juga merencanakan rilis fisik dalam bentuk vinyl, kaset, dan CD yang akan didistribusikan di beberapa toko musik di Indonesia, termasuk Jakarta dan Bali. Kemudian setelah semua hal itu selesai, mereka berencana untuk mengadakan tur konser. (Z-6)
Program konser tersebut mencakup karya dari para musisi hebat Hongaria seperti Franz Liszt, Béla Bartók, Zoltán Kodály, dan György Orbán, hingga khazanah musik rakyat Indonesia.
Hancur dari Tears Don't Lie bercerita tentang seseorang yang kehilangan cinta sejatinya — bukan karena perpisahan biasa, melainkan karena sang kekasih telah pergi untuk selamanya.
Program musik Main-Main di Cipete sendiri telah menjadi ajang mingguan yang rutin digelar setiap Senin malam di Casatopia Cafe.
OTW, atau on the way dan ‘Ngaret’ atau suka datang terlambat semacam paket lengkap dari budaya tak tertulis di Indonesia.
Secara musikal, lagu The Circle dari Rivers of Avalon disusun untuk merepresentasikan emosi dan kesedihan mendalam karena kehilangan ikatan yang kuat.
Ide Witch Hunt, menurut PB Glas, berasal dari masa ketika perempuan dituduh, dan dituntut sebagai penyihir karena kebencian terhadap marginalisasi sosial & gender.
Dirilis melalui label rekaman Big Crown Records yang berbasis di New York City, album yang diberi judul Perak ini merangkum kisah perjalanan ketiga personel Thee Marloes di kota asalnya
Menampilkan 12 lagu, album ini menghadirkan kembali beberapa single Thee Marloes terdahulu yang sebenarnya merupakan bagian dari album perdana mereka.
Meski lagunya up tempo dan dikemas dengan balutan elemen musik funk, Mungkin Saja merupakan curahan Thee Marloes untuk menyikapi usia yang bertambah, namun banyak rencana yang gagal.
I Know adalah lagu bernuansa mid-tempo tentang menyikapi tabir dusta dari hubungan cinta yang didasari oleh sebuah kebohongan.
Dalam rilisan piringan hitam 7 inci-nya, Thee Marloes juga menghadirkan lagu berjudul Beri Cinta Waktu dengan suasana yang berbeda sebagai Side B.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved