Masih banyak di antara kita yang meremehkan bangsa kita sendiri. Hal itu terjadi pada ilmuwan-ilmuwan kita. Banyak orang sering meremehkan kemampuan ilmuwan kita. Padahal, prestasi mereka di dunia internasional sudah begitu banyak.
TAMU Kick Andy selalu istimewa. Kali ini ditampilkan dua ilmuwan dari Indonesia. Kebetulan keduanya merupakan anak tentara. Prestasi mereka luar biasa karena temuan mereka diakui secara internasional. Kedua ilmuwan tersebut ialah Yosafat Tetuko, ilmuwan radar dan
Kaharudin Jenot, ilmuwan pembuat kapal dan kapal selam yang diakui dunia.
Meninggalkan negara demi cita-cita memang kerap identik dengan melupakan negara yang ditinggalkan. Namun, pria yang akrab disapa Josh ini merekayasa radar dan pesawat nir awak asal Indonesia meski ia bekerja di Jepang. Ia memiliki obsesi mendedikasikan temuannya untuk Indonesia.
Latar belakang orangtuanya yang TNI-AU membuat Josh memiliki mimpi untuk membuat radar sendiri meski harus pergi ke 'Negara Matahari Terbit'. Kini Josh telah membuat radar dan pesawat tanpa awak. Meski telah menjadi ilmuwan terpandang untuk bidang radar dengan teknologi canggih, Josh tetap bersikap rendah hati. Untuk membuktikan kepeduliannya terhadap Indonesia, ia mendirikan yayasan Pandhito Panji Foundation. Yayasan ini memberikan beasiswa penuh untuk anak-anak bangsa sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga master. Upaya ini ia lakukan untuk mewujudkan impiannya agar Indonesia bisa lebih maju melalui edukasi dan riset.
Pada kesempatan ini hadir di acara Kick Andy itu Yosaphat membawa model pesawat, radar yang dia kembangkan selama ini sudah dipasang di dua pesawat tersebut. Nama Tetuko merupakan nama dari ayahnya yang berarti bayinya Gatot Kaca, salah satu tokoh dalam pewayangan. Ayah Yosafat anggota TNI-AU dan dulunya merupakan pelatih Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI-AU atau Kopasgat (sekarang Kopaskas).
Sebagai guru besar termuda di Cibay University Jepang, Josh telah mengantongi 120 paten dan 500 prestasi di berbagai negara. Paten berjumlah ratusan ini mencakup 118 negara.
Jenis paten yang dimiliki ialah padat untuk pencitraan. Selama ini radar kalau dilihat di bandara atau di kapal hanya berbentuk titik-titik. Namun, radar yang dia buat untuk membuat citra, seperti saat mengambil kamera, tapi ini berupa radar.
Saat ini Yosaphat bekerja sebagai profesor penuh di Cibay University Tokyo, Jepang. Ia menjadi profesor sejak usianya masih 42 tahun. Ia telah menyelesaikan program strata satu untuk pengembangan radar bawah tanah di Kanazawa University Jepang. Kemudian, ia melanjutkan S-2 di bidang dan universitas yang sama, sedangkan S-3-nya tentang radar sintetik.
"Jadi hidup saya memang untuk radar saja. Radar yang saya buat ini bisa menembus rumah atau objek. Jadi apa yang ada di belakang tembok, kita bisa tahu. Jadi Anda sedang ngapain juga bisa tahu," tutur Yosaphat.
Masa kecil
Yosaphat kecil juga sempat membantu orangtuanya berjualan es lilin dan minyak tanah. Ketika itu pangkat sang ayah masih Serka sehingga perlu pendapatan tambahan untuk keluarga. Setiap pagi sekitar pukul 04.00 WIB sebelum berangkat sekolah, Yosaphat sudah berkeliling di sekitar Desa Colomadu, Kartasura, dengan membawa es lilin ke warung-warung. Pekerjaan ibunya waktu itu sebagai guru di taman kanak-kanak.
"Waktu itu saya tidak memiliki rasa malu untuk berjualan es lilin. Dulu orangtua saya sering dipanggil guru karena nilai saya sangat jelek sekali. Saya hanya mendapatkan rangking ke-23 di kelas. Salah satu rekomendasi dari kepala sekolah ialah supaya saya dikeluarkan dari sekolah untuk pindah ke sekolah lain," katanya.
Suatu ketika saat pulang dari sekolah, berboncengan menggunakan sepeda motor dengan ayah dan ibunya, Yosaphat melihat sang ibu menangis. Saat ini ia baru sadar telah membuat orangtuanya bersedih. Ketika itu ia masih kelas 3 SD dan belum memahami apa yang membuat orangtua bersedih. Namun, terpikir untuk berusaha membuat orangtuanya gembira. Satu-satunya jalan ialah dengan belajar.
"Mulai hari itu saya hanya belajar saja. Pelajaran yang paling disukai waktu itu ialah pelajaran yang anak lain tidak suka. Jika anak lain tidak suka matematika, saya belajar matematika sehingga membuat saya menonjol. Di SMP belajar fisika. Di Universitas saat orang lain tidak suka belajar gelombang listrik magnet, saya suka. Akhirnya membawa saya jadi profesor karena orang lain tidak bisa, saya bisa," kata Yosaphat.
Cari yang unik
Prinsip Yosaphat ialah mencari sesuatu yang hanya satu atau only one. Seperti membuat radar ini, di dunia hanya ia yang membuatnya. Namun, untuk membuat radar dan pesawat ini ada peran ayahnya. Ayahnya menantang Yosaphat untuk membuat radar ketika melihat dirinya bergelantungan pada radar TNI-AU. Sebelumnya, Yosaphat sempat menanyakan pada ayahnya perihal radar. Ia mendapat penjelasan kegunaan radar untuk mendeteksi atau menangkap sinyal pesawat ada dimana.
"Ketika itu saya tanya radar itu buatan siapa. Dalam pikiran saya itu mungkin buatan Indonesia, tetapi jawaban ayah saya, itu buatan Amerika, ada yang buatan Inggris dan Prancis. Saya terkejut karena selama ini yang dipakai untuk melindungi ayah saya ialah buatan luar negeri. Kemudian, saya tertantang untuk membuat sesuatu untuk melindungi ayah saya. Ayah menantang saya untuk membuat radar untuk ayah. Impian itu saya bawa hingga sekarang," katanya.
Salah satu radar yang dibuat Josh sudah dipasang pada pesawat CN 235 MPA. Ada juga radar buatannya yang dipasang di pesawat Boeing 737-200 yang digunakan Skuadron V TN- AU. Ia juga mengembangkan pesawat tanpa awak khusus untuk membawa radar. Pesawat fix wing tanpa awak ini merupakan yang terbesar di Asia. Radar pada pesawat dan pesawat tanpa awak berfungsi sebagai satelit. Pesawat tanpa awak juga bisa dipakai untuk observasi illegal fishing atau kapal-kapal yang masuk ke Indonesia secara ilegal. Kemudian, bisa juga digunakan untuk mengobservasi perbatasan Indonesia. Tidak mungkin wilayah Indonesia yang sangat luas diawasi satu persatu. Karena itu, perlu teknologi yang dikembangkan Yosaphat untuk pengawasan itu.
Teknologi yang dikembangkan Yosaphat sudah dipakai negara Jepang. Desainnya satelitnya juga digunakan Korea dan Eropa.
Hal ini cukup membanggakan, mengingat di awal karya-karya Josh sempat dicemooh dan ditertawakan. Hal itu terjadi saat 1997, ia sempat kembali ke Indonesia. Saat itu ia mulai mengembangkan radar di Indonesia. Namun, saat itu ekonomi Indonesia juga kurang mendukung. Dukungan dari pemerintah dan sesama rekan peneliti pun masih kurang. Situasi politik waktu itu juga tidak memungkinkan untuk berkarya.
"Ketika itu ada yang menyebut bahwa pengembangan radar yang saya lakukan tidak tepat untuk Indonesia sebab penggunaan komponen-komponen untuk radar itu juga masih sangat dibatasi negara maju. Kebanyakan radar yang saya buat komponennya dari white country atau negara NATO. Jadi, untuk membuat radar harus ada dukungan dari negara pembuat komponen juga. Akhirnya saya kembali lagi ke Jepang," tutur Josh.
Saat ini Josh dan keluarganya masih tinggal di Jepang. Bahkan paten untuk sejumlah temuannya juga dari Jepang. Josh merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Jepang. Josh berpendapat brand atau otak orang Indonesia bisa tinggal di mana saja tidak ada masalah. Kontribusi pada Indonesia bisa dilakukan dari mana saja. Kebetulan Josh juga menjadi profesor di 13 universitas di Indonesia sehingga ia sangat sering datang ke Indonesia untuk mengajar hampir setiap minggu. "Saya juga ngajar di Akademi Angkatan Udara (AAU). Bulan depan akan mengajar juga di Akademi Militer (Akmil), juga di Sesko TNI-AU. Jadi saya kira saya lebih nasionalis. Jadi riset yang saya kembangkan tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia. Sekarang kita tidak hanya menguasai Indonesia, harus kita kuasai dunia ini," tandasnya.
Dia juga punya impian. "Ke depan saya masih punya impian untuk memasang satelit dan meluncurkannya untuk observasi planet lain. Suatu saat kita harus kuasai planet lain, dan yang harus berangkat duluan ialah orang Indonesia," pungkas Josh. (M-4)