Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Butuh Pemain Politik yang Berpihak pada Petani

TOSIANI
13/1/2021 00:10
Butuh Pemain Politik yang Berpihak pada Petani
Warga menjemur tembakau rajangan di lapangan kawasan lembah Sindoro- Sumbing Desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Senin (5/9/2020).(ANTARA/ANIS EFIZUDIN)

DARI 20 kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, 14 di antaranya merupakan sentra tembakau. Dari total penduduk daerah berhawa sejuk ini, hampir 80%-nya merupakan petani tembakau.

Dari fakta itu, posisi tembakau dan petani tembakau daerah ini sangat strategis bagi orang-orang yang terjun ke dunia politik. Bagi calon bupati sangat penting meraih dukungan mereka. Begitu juga bagi calon legislator di semua tingkatan, DPRD kabupaten, provinsi, dan pusat.

“Ketika pemilu berlangsung, petani tembakau kerap jadi komoditas politik saja. Namun, ketika mereka duduk di kursi yang diinginkan, par pemimpin dan wakil rakyat tidak berdaya memperjuangkan aspirasi petani tembakau yang selalu dirugikan karena regulasi bidang kesehatan dan pertembakauan,” papar Juru Bicara Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, Sutopo.

Yang diinginkan petani tembakau, lanjutnya, ialah aksi nyata untuk memperjuangkan tembakau. “Kami risau dan dibuat cemas dengan regulasi yang ada.

”Ia memastikan petani akan berpihak pada siapa saja yang akan memperjuangkan pertembakauan. Tanpa itu, jangan harap petani mudah digiring untuk kepentingan politik sesaat.

Di benak Sutopo dengan jelas tertera siapa yang mendukung petani tembakau dan siapa yang melupakannya. Telunjuknya mengarah ke sejumlah anggota DPR-RI yang mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah 6, Temanggung di dalamnya.

“Mereka tidak pernah hadir pada perjuangan yang didengungkan petani. Mereka kurang peduli pada nasib kami,” ungkapnya.

Ada dugaan mereka tidak berkutik, karena tidak duduk di komisi yang membidangi masalah pertembakauan. Namun, menurut Sutopo, petani berharap jika muncul regulasi yang menyulitkan petani, para politisi itu semestinya bisa mengajak petani duduk bersama. Melakukan mediasi ketika masa reses DPR.

Adapun anggota DPRD kabupaten dan provinsi, pergerakan mereka memang tidak terpantau.


Peran Presiden


Namun, Sutopo mengakui ada sejumlah nama yang pernah menorehkan aksi nyata memperjuangkan kepentingan petani tembakau. Di antara beberapa nama, satu di antaranya ialah Abdul Kadir Karding.

Ketika RUU Pertembakauan masuk Prolegnas, pada 2015, Karding berada bersama petani tembakau. Sayangnya, berada di urutan 29 prolegnas, RUU itu hilang begitu saja, mentah dan tidak jadi bahasan.

Tokoh lain yang dinilai mendukung petani tembakau ialah Presiden Joko Widodo. Meski tidak terlihat langsung, dalam dua periode kepemimpinannya, sang presiden tidak pernah berusaha untuk ikut meratifi kasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal, dari 129 negara, hanya Indonesia yang belum meratifi kasi FCTC.

“Petani tembakau berharap Indonesia tidak pernah meratifi kasi FCTC. Pasalnya, jika ada standar harga internasional untuk tembakau, petani tembakau Temanggung akan sangat dirugikan karena harga itu masih di bawah harga jual tembakau daerah ini,” jelas Sutopo.

Pemimpin yang selama ini terlihat all out memperjuangkan petani tembakau tak lain adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Bupati Temanggung M Al Khadziq juga beberapa kali ke Jakarta memperjuangkan agar regulasi berpihak pada petani.

“Bupati juga bergerak agar serapan tembakau petani oleh pabrikan rokok lebih maksimal. Hanya saja kewenangan regulasi memang ada di pemerintah pusat,” lanjutnya.

Kontribusi untuk petani dan bidang pertembakauan paling besar tentu saja diperjuangkan oleh APTI. Selama ini APTI kerap melakukan mediasi dengan kementerian dan dewan tiap kali muncul masalah di bidang pertembakauan.

Pada intinya, lanjut Sutopo, petani amat risau dengan regulasi yang ada. “Soal cukai rokok, misalnya, kami bukan tidak sepakat dengan kenaikan, karena itu terkait penerimaan negara. Tapi, naiknya cukai mestinya satu digit saja, tidak langsung dua digit,” tandasnya.

Alasannya, kenaikan drastis akan berpengaruh pada serapan dan jatuhnya harga tembakau. Pabrik rokok akan bersikap hati-hati untuk menyerap tembakau jika harga cukai naik terlalu tinggi. “Kenaikan cukai akan berdampak pada turunnya daya beli masyarakat,” tegas Sutopo.

Idealnya, pemerintah harus berpihak pada petani tembakau. Alasannya, penerimaan negara dari dana bagi hasil cukai tembakau sangat tinggi. Pada 2019 mencapai Rp150 triliun dan 2020 naik menjadi Rp200 triliun.

“Jika pemerintah serius melindungi petani tembakau, regulasi yang mengatur impor tembakau seharusnya berpihak pada petani. Pemerintah harus berani bersikap seperti pemimpin Kuba, yang melindungi masa depan cerutu dan pelaku usahanya,” tantang Sutopo.


Laksanakan Permentan


Karena itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mendesak pemerintah membuat kebijakan pembatasan impor tembakau untuk mengiringi kenaikan cukai rokok. Kebijakan itu sekaligus juga menyelamatkan petani tembakau.

“Langkah utama untuk menata tata niaga tembakau adalah memberlakukan Permentan No 23 Tahun 2019 tentang Rekomendasi Teknis Impor Tembakau. Peraturan pembatasan impor tembakau sudah ada, tetapi belum dilaksanakan,” keluhnya.

Sampai sekarang pemerintah dinilai tidak terbuka pada kebutuhan industri terkait tembakau impor. Petani pun menjadi pihak yang dirugikan, karena tidak bisa mendeteksi kebutuhan, sehingga bisa disesuaikan dengan besarnya tembakau yang harus ditanam.

Umpamanya, volume rokok di tahun depan pasti akan turun karena cukainya tinggi. Jika pengaturan impor tembakau dijalankan, mau tidak mau pabrik akan berkompetisi membeli tembakau lokal. “Kami berharap pemerintah bukan memaksa industri membeli tembakau lokal, tetapi membuat aturan sehingga ada
sinergi antara kenaikan cukai dan pembatasan impor,” tutur Agus.

Peraturan Menteri Pertanian No 23 Tahun 2019 jika dilaksanakan dengan konsekuen akan sangat menguntungkan. Di dalamnya diatur bahwa untuk melakukan impor tembakau, pabrik diharuskan membeli tembakau lokal dua kali lipat lebih dulu.

“Keterbukaan industri juga sangat dibutuhkan petani. Misalnya, soal kebutuhan tembakau mereka dan varietas yang diinginkan. Dengan data itu, petani bisa menanam dengan terukur, sehingga harga terjaga,” tegas Agus. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya