Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Daerah Sentra Tembakau Khawatirkan Kebijakan PP 28/2024

Despian Nurhidayat
18/6/2025 21:27
Daerah Sentra Tembakau Khawatirkan Kebijakan PP 28/2024
Ilustrasi(ANTARA/SISWOWIDODO)

PENERAPAN Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menuai kekhawatiran dari sejumlah daerah sentra tembakau. Kebijakan ini dinilai berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian daerah, khususnya di wilayah yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian tembakau dan industri hasil tembakau.

Salah satu daerah yang menyuarakan kekhawatiran tersebut adalah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Bupati Probolinggo, Mohammad Haris, menegaskan bahwa wilayahnya merupakan penghasil tembakau terbesar kedua di provinsi tersebut. Berdasarkan data Dinas Pertanian setempat, luas areal tanam tembakau pada 2024 mencapai 9.172 hektare dan diperkirakan meningkat menjadi 11.524,70 hektare pada 2025. Dengan asumsi produktivitas 1,2 ton per hektare, total produksi tembakau diproyeksikan mencapai 13.829,64 ton.

“Dengan adanya penerapan PP 28/2024, maka akan mengakibatkan multiplier effect bagi daerah kami,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Rabu (18/6). 

Haris menyoroti bahwa sektor tembakau bukan hanya soal produksi, tetapi juga menyangkut keberlangsungan hidup ribuan petani dan pelaku usaha. “Ada banyak nasib petani tembakau dan industri rokok yang akan terdampak dari kebijakan tersebut,” ujarnya.

Selain berdampak pada sektor pertanian dan ketenagakerjaan, PP 28/2024 juga dinilai dapat menggerus pendapatan daerah. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) menjadi salah satu sumber pendapatan penting yang akan mempengaruhi layanan publik dan penggerak perekonomian Probolinggo.

“Yang juga sumber dananya dipakai untuk pembiayaan layanan kesehatan, pendidikan, dan pembangunan daerah,” ungkap Haris.

Menurut data Dinas Sosial Kabupaten Probolinggo, total anggaran DBHCHT yang disalurkan mencapai Rp21,7 miliar. Dana ini sepenuhnya dialokasikan untuk bantuan langsung tunai (BLT) kepada sekitar 17.912 calon penerima, yang terdiri dari buruh tani tembakau dan cengkeh, pekerja industri rokok, serta kelompok rentan seperti anak yatim dan penyandang disabilitas.

Melihat dampak yang begitu luas, Haris meminta agar implementasi PP 28/2024 melibatkan pemerintah daerah dalam prosesnya. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Probolinggo tidak tinggal diam dan terus mencari solusi untuk memitigasi dampak kebijakan tersebut, terutama dalam menjaga keberlangsungan petani tembakau dan lapangan kerja khususnya di daerah.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh *Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa* . Ia menilai bahwa kebijakan yang menyentuh sektor tembakau harus dipertimbangkan secara matang karena Jawa Timur merupakan kontributor utama penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) nasional.

“Jawa Timur menjadi tulang punggung penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) nasional. Kebijakan yang mempengaruhi industri ini harus dipertimbangkan dengan cermat,” tuturnya.

Khofifah sebelumnya juga telah menandatangani dokumen Komitmen Bersama dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang mendukung revisi pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024 dan menolak rencana kenaikan CHT pada 2026 karena akan berdampak negatif terhadap kondisi sektor tembakau yang tengah tertekan.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya