Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Terlalu Lama Disimpan, Beras Bulog Terancam Turun Mutu Hingga Rusak

Naufal Zuhdi
20/4/2025 23:17
Terlalu Lama Disimpan, Beras Bulog Terancam Turun Mutu Hingga Rusak
Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Palebon, Semarang, Jawa Tengah.(ANTARA/Aprillio Akbar)

PENGAMAT pertanian Khudori menyoroti besarnya stok beras di gudang Bulog di berbagai daerah yang hingga 1 April 2025 mencapai 2,34 juta ton. Ia khawatir beras yang terlalu lama disimpan akan rusak sehingga mesti secepatnya disalurkan.

"Idealnya, beras hanya disimpan empat bulan. Lebih dari empat bulan, beras harus dikeluarkan dari gudang untuk disalurkan agar beras tidak berpotensi turun mutu, bahkan rusak," katanya, Minggu (20/4).

Berdasarkan data yang diopegangnya, sebanyak 1,792 juta ton dari 2,34 juta ton adalah sisa stok beras akhir 2024, yang sebagian besar berasal dari impor. Sekitar 436 ribu ton (18,6%) dari 2,34 juta ton beras telah berusia 7-12 bulan, bahkan hampir 55 ribu ton (2,3%) berusia lebih dari 1 tahun.

Dengan demikian, mayoritas beras yang berada di gudang Bulog yakni sekitar 1,079 juta ton (46,1%) merupakan beras yang berusia 4-6 bulan.

Khudori mengungkapkan, beras yang disimpan di gudang tentunya memerlukan perawatan. Semakin lama penyimpanan beras yang dilakukan, akan semakin besar pula biaya perawatan.

"Ini akan membebani Bulog sebagai korporasi. Selain itu, kalau ada beras rusak di gudang, Bulog pasti dihujat. Temuan beras berkutu di gudang Bulog di Yogyakarta pada Maret 2025 lalu saja sudah membuat gaduh, apalagi jika ada beras rusak," bebernya.

Ia menyatakan, Bulog masih memiliki outlet agar beras tidak menumpuk di gudang, yakni operasi pasar bernama Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Namun sayangnya, penyaluran SPHP juga disetop oleh pemerintah dengan alasan produksi beras melimpah.

"Setelah bantuan pangan beras dihentikan dan kemudian diikuti penyetopan penyaluran SPHP, pasar sepenuhnya dipasok beras oleh swasta. Bagi swasta, ini peluang pasar yang baik. Tapi bagi warga miskin calon penerima bantuan atau warga rentan yang berharap bisa membeli beras SPHP dengan harga terjangkau, mereka gigit jari. Mau tidak mau mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli beras. Padahal, penghentian penyaluran keduanya dengan alasan produksi beras melimpah tidak tepat," tegas Khudori. (Fal/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya