Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Program 3 Juta Rumah Dianggap Jalan di Tempat

 Gana Buana
20/3/2025 17:31
Program 3 Juta Rumah Dianggap Jalan di Tempat
Progres program 3 Juta Rumah(Antara)

SEKTOR perumahan nasional dianggap tengah berjalan di tempat. Adanya terbentuknya Kementerian Perumahan, Kawasan, dan Permukiman (PKP) justru menimbulkan keresahan di kalangan pengembang perumahan yang bisa beribas pada kesuksesan program 3 Juta Rumah

Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, meminta Kementerian PKP untuk memperjelas Program 3 Juta Rumah agar target dan pencapaiannya bisa diukur secara konkret. Menurutnya, secara gagasan, program ini sangat baik, bahkan jika perlu targetnya bisa ditambah menjadi 3,5 juta atau 4 juta unit. Namun, tantangannya adalah bagaimana program ini bisa benar-benar terealisasi.

“Program 3 juta rumah ini harus diperjelas. Ada yang bilang rumahnya gratis, tapi kata menterinya tidak. Pembangunan di pesisir itu pesisir yang mana? Desa yang mana? Perkotaan itu alat ukurnya apa? Kan ini perlu dipertegas dulu. Pengembang swasta membangun rumah tanpa APBN, jadi bagaimana bisa diaudit BPKP? Kalau perlu diaudit, gunakan auditor publik saja,” kata Adian, kemarin.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, menyampaikan kritik terhadap kinerja Kementerian Pekerjaan dan Perumahan (PKP) dalam rapat dengan Badan Anggaran (BAM) DPR RI.

Ia menyoroti bahwa sejak terbentuknya kementerian tersebut, harapan para pengembang tinggi. Namun, dalam lima bulan terakhir, justru terjadi berbagai kontroversi yang menimbulkan keresahan di kalangan pengembang perumahan.

"Saat awal pembentukan Kementerian PKP, para pemangku kepentingan di sektor perumahan merasa optimis karena akhirnya memiliki kementerian sendiri setelah satu dekade tanpa arahan yang jelas. Bahkan, dalam delapan bulan pertama, asosiasi pengembang turut serta dalam Satuan Tugas (Satgas) Perumahan yang diketuai Hashim Djojohadikusumo untuk menyusun kebijakan yang diperlukan," kata dia.

Namun, ia menilai dalam lima bulan terakhir, Kementerian PKP justru menimbulkan ketidakpastian bagi pengembang.

“Kami sebagai asosiasi pengembang merasa seperti anak yang kehilangan (lagi) ayahnya. Saat perumahan masih berada di bawah Kementerian PUPR, tidak ada permasalahan sebesar ini,” ujar Joko.

Lebih lanjut, Joko menyoroti bahwa para pengembang kini merasa kehilangan perlindungan dan pembinaan dari pemerintah. Ketidaknyamanan dalam berusaha semakin meningkat, terutama bagi pengembang rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Mereka merasa dicurigai sebagai pengembang nakal, bahkan beberapa dipanggil polisi untuk diperiksa akibat stigma negatif tersebut.

Program 3 Juta Rumah Tidak Berjalan

Joko juga mengkritisi kinerja Kementerian PKP di bawah kepemimpinan Maruarar Sirait yang dinilai belum menunjukkan progres dalam Program 3 Juta Rumah. Seharusnya, program ini menjadi instrumen penting dalam pengentasan kemiskinan, tetapi hingga saat ini masih stagnan karena kementerian lebih fokus pada pemeriksaan pengembang yang distigma nakal.

“Pengembang perumahan itu ada sekitar 18 ribu perusahaan. Ini adalah ekosistem yang telah terbentuk dan teruji bahkan sebelum Kementerian PKP ada. Seharusnya kami dijadikan kekuatan besar untuk mempercepat realisasi Program 3 Juta Rumah,” tegas Joko, yang juga CEO Buana Kassiti Group.

Menurutnya, para pengembang telah berkontribusi besar terhadap negara, baik dalam bentuk pembayaran pajak maupun penyerahan aset fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) kepada pemerintah daerah. Bahkan, sekitar 40% dari fasilitas perumahan yang dibangun pengembang diserahkan ke pemerintah daerah. Namun, yang justru mendapat perhatian hanya hal-hal yang baik untuk citra publik, bukan penyelesaian akar masalah sektor perumahan seperti backlog yang besar.

Joko juga mengeluhkan bahwa pengembang seolah-olah dianggap melawan negara hanya karena mempertanyakan rencana Kementerian PKP untuk melaporkan pengembang ke BPKP dan KPK. Ia menegaskan bahwa pengembang rumah subsidi tidak menggunakan dana APBN secara langsung, karena yang mendapatkan subsidi adalah masyarakat selaku pembeli rumah. Oleh karena itu, ia merasa aneh jika pengembang justru diperiksa oleh auditor negara.

“Hanya karena menjelaskan hal ini kepada publik melalui media massa, kami malah diberi cap melawan negara. Ini masih di negara demokratis, kan? Kok bertanya disebut melawan?” tegas Joko.

Kelima asosiasi pengembang yang hadir dalam rapat tersebut menegaskan bahwa mereka memiliki kepedulian tinggi terhadap sektor perumahan. Meskipun margin keuntungan sangat kecil, mereka tetap menjalankan bisnis ini karena merasa memiliki tanggung jawab sosial untuk membantu pemerintah menyediakan hunian bagi MBR.

Saat ini, jumlah pengembang yang terdaftar dalam Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) mencapai 18 ribu perusahaan, di mana 80% di antaranya merupakan pengembang rumah subsidi yang mayoritas adalah UMKM. “Bagi kami, sektor perumahan ini bukan hanya sekadar bisnis, tetapi juga sumber penghidupan bagi jutaan pekerja. Kami berharap kebijakan pemerintah lebih kondusif dan mendukung industri ini,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, menilai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian PKP belum berdampak nyata bagi masyarakat. Ia menyoroti kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang kerap digaungkan oleh Menteri Maruarar Sirait, tetapi hingga kini belum dapat diterapkan.

Ketua Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, turut mendesak pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih kondusif bagi pengembang. Ia menegaskan bahwa saat ini para pengembang justru terus disudutkan dengan stigma negatif yang merugikan industri perumahan.

Dengan berbagai kritik dan masukan tersebut, diharapkan pemerintah dapat segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kondisi sektor perumahan di Indonesia, khususnya dalam mewujudkan Program 3 Juta Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya