Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GURU Besar Hubungan Internasional (HI) Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof Aleksius Jemadu mengingatkan agar Indonesia bersikap hati-hati memanfaatkan peluang dalam kehadirannya di BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan). Dalam hal ini, tidak mengorbankan posisi Indonesia sebagai bridge builder dalam politik global.
"Indonesia memiliki peran unik karena tidak terlibat dalam konflik besar dengan negara-negara tetangga, sehingga dapat berperan sebagai kekuatan penengah dalam kontestasi geopolitik global," jelas dia dalam Seminar Nasional bertema BRICS dan Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Strategi Kolaborasi Global, di Universitas Nasional (Unas), Jakarta, Selasa (21/1).
Dia juga menyoroti keanggotaan Indonesia di BRICS membuka akses ke pasar besar yang mencakup hampir 55% dari produk domestik bruto dunia. Namun, manfaat ini hanya dapat dirasakan jika Indonesia mampu secara maksimal memanfaatkan peluang yang ada termasuk meningkatkan daya saing nasional dan penetrasi ke pasar negara-negara BRICS.
"Keberhasilan ini membutuhkan strategi ekonomi yang jelas dan langkah konkret dalam memperluas kerja sama perdagangan dan investasi," ucapnya.
Hadir sebagai narasumber seminar yang diselenggarakan Program Studi HI Fisip UNAS bekerja sama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) ini, Guru Besar HI Universitas Kristen Indonesia Prof Angel Damayanti dan Guru Besar HI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof Faris Al-Fadhat.
Dipandu moderator Irma Indrayani (Kepala Biro Kerja Sama Unas), seminar dihadiri Wakil Dekan Bidang Administrasi Akademik dan Keuangan Fisip Unas Aos Yuli Firdaus dan Ketua Umum AIHII Agus Haryanto.
Narasumber lainnya, Prof Angel Damayanti mengatakan BRICS adalah platform alternatif untuk kerja sama global yang didasarkan pada tiga pilar utama yakni politik dan keamanan, keuangan dan ekonomi, serta sosial dan budaya.
Pada 2025, Indonesia resmi bergabung sebagai anggota BRICS, mengikuti Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab yang diterima awal 2024. Langkah ini mencerminkan upaya Indonesia untuk memperkuat posisinya di tengah dinamika politik dan ekonomi global yang semakin multipolar.
Untuk menghadapi itu, Angel menegaskan pentingnya bagi Indonesia untuk tetap berpegang pada strategi hubungan luar negeri mandiri dan aktif. "Indonesia harus mampu menjadi pengimbang di BRICS, bukan hanya pengikut. Diplomasi aktif dan fleksibel merupakan kunci menjaga keseimbangan dalam dinamika global," jelasnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya Indonesia memanfaatkan berbagai forum internasional lainn seperti G20 dan PBB, untuk memperkuat pengaruhnya di kancah global.
Pendekatan ini diyakini bisa membantu Indonesia mengoptimalkan peran strategisnya, sambil menjaga hubungan baik dengan semua mitra internasional, baik dalam aliansi BRICS maupun negara besar lainnya.
Sementara itu, Prof Faris Al-Fadhat menjelaskan BRICS memberikan peluang strategis untuk menghadirkan alternatif terhadap dominasi geopolitik Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
"BRICS menawarkan akses pasar besar dan peluang investasi lebih inklusif, tapi Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini secara cerdas," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum AIHII Agus Haryanto mengapresiasi kesediaan para guru besar HI dalam berbagi pengetahuan untuk memahami peran strategis Indonesia sebagai anggota baru BRICS. AIHII akan menyumbangkan gagasan pemikiran sebagai rekomendasi kebijakan pemerintah untuk masalah-masalah global.
"Para narasumber sepakat keanggotaan Indonesia di BRICS adalah langkah strategis yang perlu dikelola bijak. Lewat diplomasi cermat, penguatan daya saing ekonomi, serta keberanian mengambil peran kepemimpinan, Indonesia dapat memperkuat posisinya di kancah global," katanya.
Ia berharap seminar ini menjadi langkah awal menyusun strategi matang untuk mendukung kebijakan luar negeri Indonesia di era multipolar. (H-2)
"Presiden Xi dijadwalkan menghadiri upacara pembukaan Forum Bisnis BRICS dalam format virtual dan menyampaikan pidato utama pada 22 Juni 2022."
Dia mencatat dunia saat ini sedang menghadapi perubahan drastis, pandemi yang tidak terlihat dalam satu abad, dan berbagai tantangan keamanan terus bermunculan.
NEGARA-negara anggota BRICS, yakni Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, mengatakan akan memperluas keanggotaan mereka. Indonesia, Turki, Arab Saudi, Mesir diajak gabung.
PRESIDEN Brasil Luiz Inacio Lula da Silva tiba di Tiongkok untuk kunjungan resmi untuk meningkatkan hubungan yang sudah dalam antara raksasa Asia dan ekonomi terbesar Amerika Latin.
Sekarang, BRICS sedang berupaya mengurangi kebergantungan pada dolar AS dengan menciptakan standardisasi baru pada sistem keuangan.
Sejarah mencatat negara berkembang banyak mengalami ketidakadilan ekonomi.
KEMENTERIAN Pertahanan merespons bergabungnya Indonesia dalam organisasi antarpemerintah BRICS. Politik luar negeri yang dianut Indonesia dinilai bebas aktif.
Bergabungnya Indonesia ke BRICS berarti masuk kelompok negara yang punya karakteristik mirip serta bisa menggalang kekuatan untuk kepentingan bersama.
MANFAAT dari bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) belum tampak dengan begitu jelas dan begitu menjanjikan.
LANGKAH Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dinilai dilakukan dalam momentum yang tak tepat.
KETUA Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan turut buka suara atas bergabungnya Indonesia menjadi anggota penuh BRICS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved