Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERNYATAAN pemerintah yang menyebut penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tak berdampak signifikan kepada masyarakat dan inflasi dinilai menyesatkan. Pasalnya penaikan tarif PPN terbukti mendorong lonjakan inflasi saat ada penaikan tarif dari 10% menjadi 11%.
"Pernyataan Ditjen Pajak bahwa penaikan tarif PPN menjadi 12% tidak memberi dampak signifikan pada inflasi sangat tidak tepat dan menyesatkan," ujar Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar seperti dikutip dari keterangannya, Senin (23/12).
Tiga tahun lalu, lanjutnya, saat pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10% ke 11%, inflasi tahunan melonjak dari 3,47% menjadi 4,94% hanya dalam waktu tiga bulan, atau pada Juli 2022.
Pernyataan Ditjen Pajak yang mengatakan bahwa tingkat inflasi yang tinggi (5,51%) pada tahun 2022 terjadi karena tekanan harga global, gangguan pasokan pangan, dan kenaikan harga BBM dinilainya tidak tepat.
Berkaca pada 2022, inflasi melonjak dari 3,47% menjadi 4,94% hanya dalam kurun waktu tiga bulan pascapenaikan PPN pada bulan April 2022. Sementara itu, kebijakan kenaikan BBM baru dilakukan pada Desember 2022.
"Artinya, anomali inflasi terjadi persis setelah PPN dinaikkan, dan sudah pasti disebabkan oleh penaikan PPN, dibandingkan dengan masalah tekanan harga global dan suplai pangan yang terjadi sepanjang tahun pada tahun 2022," terang Media.
Dia melanjutkan, pernyataan bahwa barang pokok mendapatkan fasilitas pembebasan benar adanya. Namun ia menegaskan itu bukanlah hal yang baru. Pembebasan pajak untuk barang pokok sudah diatur sejak tahun 2009 lewat UU No 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
"Pernyataan ini hanya gimmick politik bahwa seakan-akan pemerintah hari ini melahirkan kebijakan baru dengan membebaskan barang pokok dari PPN," tuturnya.
Bahkan, lanjut Media, keterangan pemerintah sebelumnya yang akan memperluas bahan pangan kena PPN dengan merujuk pada beras premium, minyak goreng di luar MinyaKita, yang berarti terjadi perluasan objek bahan pangan kena PPN. Padahal definisi barang premium sampai sekarang belum jelas.
Ditjen Pajak memunculkan data dengan melakukan konversi insentif PPN tersebut senilai Rp265,6 triliun. Insentif PPN terhadap barang pokok bukanlah hal yang istimewa, sudah dilakukan sejak lama dan sangat umum dilakukan di berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina.
"Insentif PPN terhadap barang pokok tersebut memang sudah menjadi tanggung jawab negara yang diamanatkan pada Pasal 34 UUD Tahun 1945. Klaim soal insentif pemerintah jelas berlebihan," pungkas Media. (Mir/E-2)
Kedatangan Presiden Prabowo disambut Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, serta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
ASOSIASI Produsen Benang, Serat dan Filamen (APSyFI) menyebut berlakunya PPN 12% tentu akan memberatkan seluruh rantai industri, terutama di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
PEMERINTAH menetapkan untuk tetap membuat tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tetap menjadi 12% di tahun depan dan tetap mengecualikan bahan pokok dalam pungutan PPN.
Airlangga menyebut dalam pengumumanan nanti, akan dibeberkan barang dan jasa yang akan tetap dan dibebaskan dari PPN 12 persen. Termasuk payung hukumnya.
REAL Estate Indonesia (REI) meyakini usulan pembedaan tarif PPN dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak menyasar pada golongan properti yang mendapatkan stimulus fiskal dari pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved