Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PADA November 2024, neraca perdagangan barang Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$4,42 miliar atau senilai Rp678 triliun. Angka ini naik sebesar US$1,94 miliar secara bulanan. Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 55 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Surplus neraca perdagangan pada November 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu," ungkap Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers Rilis BPS secara daring, Senin (16/12).
Amalia menjelaskan kondisi surplus pada November 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas. Komoditas penyumbang surplus utamanya ialah bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15), serta besi dan baja HS72. Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,25 miliar yang disumbang oleh hasil minyak maupun minyak mentah.
Selanjutnya, Amalia mengungkapkan pada November 2024, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan tiga negara terbesar. Di antaranya Amerika Serikat (AS) yang tercatat surplus sebesar US$1,58 miliar pada November 2024, India sebesar US$1,12 miliar pada November 2024, dan Filipina senilai US$770 juta.
Sementara itu, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, di antaranya Brasil sebesar US$340 juta, Australia senilai US$320 juta, dan Tiongkok sebesar US$280 juta. Lebih rinci, Amalia menerangkan komoditas penyumbang surplus terbesar dengan Amerika Serikat ialah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), lalu pakaian dan aksesoris rajutan, serta alas kaki (HS84).
Kemudian dengan India, surplus disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewani atau nabati (HS15), serta bahan kimia organik (HS28). Dengan Filipina, surplus terbesar dikontribusikan oleh kendaraan dan bagiannya (HS87), kemudian bahan bakar mineral (HS27), dan berbagai makanan olahan (HS21).
Amalia mengungkapkan pada November 2024, nilai ekspor mencapai US$24,01 miliar atau sekitar Rp384 triliun (kurs Rp16.016). Angka ini turun sekitar 1,70% dibandingkan Oktober 2024. Ia menyebut kinerja ekspor yang loyo dipicu penurunan ekspor nonmigas.
Sementara, total nilai impor mencapai US$19,59 miliar pada November 2024, turun 10,71% dari kondisi Oktober 2024. Impor migas sebesar US$2,57 miliar turun sebesar 29,88% secara bulanan. Impor nonmigas senilai US$17,02 miliar juga mengalami penurunan secara bulanan sebesar 6,87%.
Penurunan nilai impor secara bulanan ini didorong oleh penurunan impor nonmigas yang memberikan andil sebesar minus 5,72% dan juga penurunan nilai impor migas dengan andil sebesar minus 4,99%. (Z-2)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor Indonesia periode Januari hingga Mei 2025 mencapai US$111,98 miliar, naik 6,98% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai impor Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2025 mencapai US$96,60 miliar.
NERACA perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Mei 2025 sebesar US$4,30 miliar.
BPS memperkirakan produksi beras Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2025 mencapai 29,97 juta ton, naik 14,09%.
INFLASI bulanan pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19%, ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27.
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah akan merevisi data angka kemiskinan nasional.
Neraca perdagangan Indonesia pada April tercatat surplus sebesar US$160 juta. Kendati surplus, angka ini turun drastis dibandingkan capaian pada Maret 2025 yang mencapai US$4,33 miliar.
Surplus neraca perdagangan Indonesia masih mencatat angka besar, namun sejumlah risiko mulai mengintai kelanjutannya. Pada Maret 2025, surplus dagang Indonesia mencapai US$4,33 miliar.
Kebijakan tarif impor AS itu akan mengganggu neraca pembayaran Indonesia, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi. Ini mengingat AS adalah mitra dagang utama Indonesia.
EKONOM Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang menuturkan penurunan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 dibandingkan Januari lebih disebabkan oleh peningkatan impor.
NERACA perdagangan Indonesia masih resilien di tengah pelemahan ekonomi global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ssebesar US$3,45 miliar atau senilai Rp55,81 triliun pada Januari 2025.
Bergabungnya Indonesia menjadi anggota penuh BRICS adalah Indonesia bisa membuka akses market ke pasar global dan potensi meningkatkan kualitas neraca dagang luar negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved