Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Gapasdap Tolak Kenaikan Pajak 12%

Heryadi
26/11/2024 13:19
Gapasdap Tolak Kenaikan Pajak 12%
Pengujung tengah memilih barang yang akan dibeli di salah satu gerai di Jakarta,.(Antara)

 

WACANA kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11%menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 mendapat penolakan dari berbagai pihak. Kendati kebijakan ini disebut pemerintah sudah menjadi amanat undang-undang dan wajib dijalankan yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Salah satu penolakan itu datang dari Gabungan Pengusaha Angkutan Penyeberangan.Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto menilai, wacana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% pada awal 2025 justru semakin menambah berat beban usaha angkutan penyeberangan.

Ia menegaskan, bahwa dengan kondisi saat ini saja, tarif yang diterapkan masih kurang 31,8% dibandingkan dengan perhitungan biaya pokok yang sudah dihitung bersama antara Kementerian Perhubungan RI, PT ASDP, Gapasdap, Asuransi baik Jasa Raharja maupun Jasa Raharja Putera dan juga perwakilan konsumen, serta perhitungan tersebut telah diketahui oleh Kemenko Marvest pada 2019.

"Dalam kurun waktu tersebut hingga saat ini telah terjadi banyak kenaikan biaya. Apalagi jika harus menghadapi kenaikan PPN 12% tahun depan," kata Rachmat di Surabaya, Jawa Timur, Senin (25/11).

Kenaikan tersebut disinyalir akan menimbulkan multiplier effect kenaikan biaya-biaya lainnya, seperti kenaikan gaji karyawan karena meningkatnya biaya hidup, kenaikan biaya pengedokan, biaya spare part dan lainnya yang semua itu dalam pembeliannya dikenakan PPN. "Saat ini saja untuk tarif yang berlaku masih belum sesuai dengan perhitungan tarif," tandasnya.

Namun demikian, sambungnya, jika memang tarif penyeberangan belum bisa disesuaikan, pengusaha angkutan penyeberangan meminta kompensasi berupa pengurangan biaya-biaya kepelabuhanan sebagaimana pengurangan beban biaya yang telah diberlakukan bagi angkutan udara.

"Kita lihat seperti yang dilakukan pemerintah saat ini kepada angkutan udara, yang notabene adalah segmentasi pasarnya kelas atas. Sedangkan angkutan penyeberangan adalah kelas bawah," ungkapnya.

Pengurangan biaya kepelabuhan atau PNBP tersebut dikatakan Rachmat sangat diperlukan guna menjaga kelangsungan pelayanan angkutan penyeberangan baik dari sisi keselamatan maupun kenyamanan di saat tarif belum sesuai dengan perhitungan biaya, sementara  untuk biaya operasional kapal terus mengalami peningkatan.

Terpisah, Komisi Informasi (KI) Pusat menyatakan pemerintah belum terbuka soal alasan menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% yang rencananya mulai diberlakukan pada 2025.
 
"Untuk menyampaikan secara terbuka kepada publik, kebijakan apa yang diambil sehingga kemudian pemerintah menaikkan PPN 1% dari tahun sebelumnya. Itu belum tersampaikan secara langsung karena pemerintah kan hanya bilang untuk kebutuhan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara)," kata Komisioner KI Pusat Rospita Vici Paulyn di Kantor KI Pusat, Jakarta, Senin (25/11).
 
Dia menjelaskan bahwa pemerintah seharusnya menyampaikan pemanfaatan kenaikan PPN kepada masyarakat secara jelas. Misalnya, untuk fasilitas kesehatan. "Bukan sekadar ngomong masyarakat akan dapat fasilitas kesehatan yang lebih baik. Harus dijabarkan dong, fasilitasnya seperti apa? Apa yang akan diperbaiki?" ujarnya.

Menurut dia, penjelasan tersebut harus disampaikan pemerintah secara rinci agar masyarakat berpikir ulang kalau kenaikan PPN memberikan manfaat. "Masyarakat kemudian berpikir ulang, oh ternyata 1% yang akan ditambahkan ke pajak kami bermanfaat baik untuk kami maupun untuk banyak orang," katanya.(Ant/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya