Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Pemerintah didorong untuk bisa menarik investasi asing secara deras guna mendukung penciptaan lapangan kerja. Itu diharapkan bisa memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat yang saat ini terbilang relatif rendah dan berpengaruh pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Keseimbangan investasi antara padat modal dan padat karya perlu dilakukan. Juga perlu pemerataan arus investasi Jawa luar Jawa," ujar eks Kepala Pusdiklat Badan Pusat Statistik (BPS) Razali Ritonga saat dihubungi, Rabu (6/11).
Di samping penarikan investasi yang masif, lanjutnya, dukungan pemerintah dari sisi fiskal melalui pemberian subsidi yang tepat juga diperlukan. Keduanya menjadi penting dalam rangka menjaga daya beli masyarakat yang berada dalam tren pelemahan.
Pasalnya, pelemahan daya beli masyarakat telah memengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Itu tercermin dari realisasi kinerja ekonomi triwulan III 2024 yang hanya tumbuh 4,95%, lebih rendah dari triwulan I dan II yang masing-masing tercatat mampu tumbuh 5,11% dan 5,05%.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 itu banyak dipengaruhi oleh pelambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Data BPS menunjukkan, komponen pengeluaran itu hanya tumbuh 4,91%, turun dari triwulan sebelumnya yang tercatat 4,93%.
Besarnya dampak pelambatan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi terlihat dari kontribusi yang diberikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan III 2024, konsumsi rumah tangga tercatat menyumbang hingga 53,08% terhadap PDB nasional, menjadikannya sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Karenanya, pergerakan konsumsi rumah tangga amat menentukan laju perekonomian. Razali meyakini, pelambatan ekonomi di triwulan III 2024 merupakan dampak dari daya beli masyarakat yang melemah dalam beberapa waktu terakhir.
Lemahnya daya beli masyarakat turut diduga imbas dari pendapatan masyarakat yang turun atau pun rendah. "Hingga kini konsumsi rumah tangga memang menjadi mesin pertumbuhan. Menurunnya konsumsi masyarakat terutama akibat daya beli yang melemah. Ironisnya melemahnya daya beli terjadi disaat inflasi rendah. Boleh jadi hal itu terjadi karena menurunnya pendapatan masyarakat," tutur dia. (Z-11)
Menurut Yassierli, jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%, maka struktur perekonomian nasional perlu dibenahi secara fundamental.
Pemerintah didorong untuk menginisiasi kebijakan yang bisa mendukung penciptaan lapangan kerja. Hal itu dinilai lebih baik dan krusial ketimbang menjalankan program Bantuan Subsidi Upah.
Apindo merespons Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan di level 5,50%, tingginya suku bunga disebut menjadi penghambat lapangan kerja
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh LSI Denny JA, mayoritas masyarakat merasakan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan selama tujuh bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Isu lapangan kerja merupakan rapor merah bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia menilai pemerintah harus melakukan upaya dalam mengatasi masalah ini.
Kalau ada yang mengatakan lapangan pekerjaan tidak ada, saya pikir kita harus introspeksi kolektif. Jangan sampai kita kufur nikmat.
ARAH pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai semakin suram. Indikator-indikator utama terus melemah, kebijakan publik dianggap belum efektif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Indonesia membutuhkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tinggi guna mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Langkah pemerintah melakukan deregulasi terkait impor dan kemudahan berusaha diapresiasi.
HIMPUNAN Kawasan Industri Indonesia (HKI) menegaskan perlunya langkah konkret untuk memperkuat ekosistem investasi kawasan industri di tengah target ambisius pemerintah
PENURUNAN tajam peringkat daya saing Indonesia dalam laporan IMD World Competitiveness Ranking 2025 tidak lepas dari merosotnya efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis.
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved