Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

PHRI Soroti Agen Travel Asing Beroperasi tanpa Bayar Pajak

Wisnu Arto Subari
17/7/2024 16:13
PHRI Soroti Agen Travel Asing Beroperasi tanpa Bayar Pajak
Ilustrasi.(Freepik)

PERHIMPUNAN Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah menegakkan aturan soal perpajakan bagi online travel agent (OTA) atau agen perjalanan asing yang beroperasi di Indonesia. Pasalnya, meski mereka terdaftar penyelenggara sistem elektronik (PSE), tetapi jika tidak mendirikan badan usaha tetap (BUT) akan menyebabkan kerugian bagi pelaku pariwisata domestik.

"Mereka membebankan pajak ke kita, pihak hotel. Padahal kalau OTA lokal, mereka yang bayar, bukan pihak kita. Ini tentu membebani kami," kata Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran.

Ketidakpatuhan OTA asing dalam mendirikan BUT, imbuh dia, selain mengakibatkan kerugian terhadap pelaku usaha hotel dan konsumen, negara juga dirugikan. Ini karena negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak komisi dan pajak pertambahan nilai (PPN). 

Baca juga : Kemenkominfo Kirim Surat Peringatan ke Agen Travel Asing

Diketahui bahwa untuk PPN, nilai potensi pajak dari transaksi OTA asing dapat mencapai sekitar Rp3,18 triliun. Sementara potensi kerugian dari pembebanan pajak komisi sebesar 1,1% mencapai Rp318,67 miliar.

Selain itu, konsumen dirugikan ketika terjadi masalah dalam reservasi. Jika konsumen mengalami masalah, mereka tidak bisa mengajukan komplain karena OTA asing tidak memiliki kantor fisik di Indonesia. 

"Mereka hanya diberikan nomor telepon yang tidak jelas lokasinya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan kurangnya perlindungan konsumen ketika terjadi masalah," ujar Alan, panggilannya.

PHRI telah melaporkan masalah ini kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sejak 2017 untuk menuntut keadilan dan penegakan peraturan. Namun sampai sekarang itu penegakan UU 36/2008 tentang Pajak Penghasilan dan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. "Namun hingga kini respons dari Ditjen Pajak belum ada," terang Alan.

Dirinya menegaskan bahwa OTA asing harus patuh dengan peraturan perizinan Indonesia. "Pemerintah sebagai regulator harus bersikap adil. Jika OTA asing tidak mendirikan BUT, mereka harus ditutup. Negara tidak boleh membiarkan sesuatu yang merugikan konsumen dan pelaku usaha lokal," tegas dia. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya