Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Kalangan pelaku usaha pertekstilan nasional menuding kinerja buruk Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menjadi salah satu penyebab utama badai PHK dan penutupan sejumlah perusahaan dalam dua tahun terakhir.
"Hal ini dapat terlihat jelas dari data peta peragangan. Gap impor tekstil yang tidak tercatat dari Tiongkok terus meningkat. Angka di 2021 sebesar US$2,7 miliar. Kemudian naik menjadi US$2,9 miliar di 2022. Angka itu diperkirakan terus tumbuh menjadi US$4 miliar di 2023," ucap Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, Kamis (20/6).
Hal tersebut ia ungkapkan untuk menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, menkeu menyebut penyebab PHK adalah praktik dumping di luar negeri. Redma menilai bahwa pernyataan Sri Mulyani sebagai upaya pengalihan isu dan untuk menutupi kegagalannya dalam membenahi Bea Cukai.
Baca juga : Menperin Minta Menkeu Konsisten antara Pernyataan dan Kebijakan Terkait Industri Tekstil dan Produk Tekstil
"Kita bisa liat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali petugas di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau dipelabuhan” jelas Redma.
Redma melihat mafia impor yang melibatkan petugas Bea Cukai sudah merambah di berbagai level, mulai dari pejabat di pusat yang bertugas mengamankan dari sisi kebijakan hingga pejabat daerah dan para petugas dilapangan sebagai eksekutor.
"Makanya segala upaya usulan perbaikan sistim ditolak mentah-mentah. Sistem pemeriksaan Bea Cukai kita ketinggalan jauh dibanding Thailand, Malaysia dan Singapura yang menerapkan sistem teknologi informasi, AI Scanner,” tambahnya.
Baca juga : Santer Gelombang PHK, Presiden Aspek Salahkan Omnibus Law Cipta Kerja
Kednati demikian, Redma tidak membantah pernyataan Sri Mulyani bulat-bulat. Ia juga mengakui ada praktik dumping yang dilakukan Tiongkok karena kondisi di sana ada kelebihan stok yang sangat besar.
"Namun ini aneh juga. Sudah tahu ada dumping tapi perpanjangan safeguard tekstil malah mandeg," ucapnya.
Senada, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menyebut banjir impor tekstik dalam dua tahun terakhir sangat. ia mengatakan 60 persen anggotanya yang merupakan industri kecil dan menengah sudah tidak mampu lagi beroperasi.
Pihaknya sangat meyakini bahwa barang impor tersebut masuk dengan cara ilegal karena harganya sangat murah, bahkan dijual di bawah harga bahan baku. "Kalau impor garmen resmi kan ada PPN, bea masuk plus bea safeguard jadi tidak mungkin per potongnya dijual di bawah harga Rp50 ribu,“ jelasnya. (Z-11)
BEA Cukai Sabang dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Sabang menindak tiga kapal nelayan yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika di wilayah perairan Sabang.
BEA Cukai telah resmi menutup Operasi Patroli Laut Terpadu Semester I Tahun 2025.
Bea Cukai membentuk Satgas Nasional Anti-Penyelundupan guna memperkuat pengawasan, menekan praktik ilegal, dan menjaga penerimaan negara.
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai penolakan keras dari kalangan pekerja.
KANTOR Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY berhasil menggagalkan upaya distribusi barang kena cukai (BKC) hasil tembakau dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal.
Total barang bukti yang diamankan dari ketiga lokasi berjumlah 310.736 batang rokok ilegal dari berbagai merek tanpa pita cukai.
IKATAN Wartawan Hukum (Iwakum) memberikan bantuan solidaritas kepada para jurnalis yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonedia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam menyatakan bahwa badai pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak hanya terjadi di Indonesia.
WAKIL Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengaku prihatin terhadap fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini.
Kebijakan sepihak tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, para pekerja yang diberhentikan tidak diberikan penjelasan atau alasan yang logis oleh pihak perusahaan.
Microsoft melakukan PHK sekitar 9.000 karyawan, sekitar 4% dari total tenaga kerja globalnya.
Pengamat ekonomi Nailul Huda menyatakan pekerja atau buruh yang menerima program Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari pemerintah tetap akan menahan konsumsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved