Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil tanah air belum juga mereda dan justru semakin santer terjadi. Tergerusnya pangsa pasar industri tekstil dalam negeri salah satunya terjadi karena tekanan persaingan dari barang impor, terutama barang-barang serupa dari Tiongkok.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE), Mohammad Faisal menyatakan, industri tekstil pada dasarnya selama ini merupakan industri yang mengalami tekanan paling besar dari sisi hulu di biaya produksi, sampai kepada hilir dalam hal kompetisi pasarnya.
"Dari sisi hulu di biaya produksi, industri ini adalah yang paling sensitif terhadap kenaikan upah karena dia industri padat karya. Dan juga selain kenaikan upah, kita tahu ada kenaikan dalam biaya produksi dalam hal tarif listrik, energi dan kebutuhan bahan baku," kata Faisal saat dihubungi pada Kamis (20/6).
Baca juga : Wapres: Impor Pakaian Bekas Bunuh Industri Tekstil Nasional
Sementara dari sisi hilir, Faisal menyebut industri tekstil lokal tertekan akibat masuknya barang-barang impor.
"Dan bukan hanya barang yang diimpor secara legal, tapi juga banyak ilegal, ini yang menggerogoti dari penjualan, keuntungan dan daya saing daripada industri tekstil di tanah air," terang dia.
Sebagaimana diketahui, industri tekstil juga mengharapkan orientasi ekspor, tapi pada kenyataannya saat ini pasar ekspor industri tekstil juga rentan terhadap penurunan dan permintaan serta persaingan dari negara-negara lain yang baru muncul sebagai pesaing di industri tekstil dunia seperti Vietnam dan Bangladesh. Dalam kondisi seperti itu, ketika ada guncangan sedikit misalnya dari sisi pasar, hal tersebut pasti akan langsung berpengaruh industri tekstil.
Baca juga : Asosiasi Sambut Positif Rencana Pemerintah Ubah Aturan Impor Tekstil
Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi Amerika mengalami perlambatan di akhir 2022 lalu dan hal itu sangat mempengaruhi industri tekstil tanah air yang harus melakukan PHK karena mereka kehilangan pasarnya di Amerika dan menurunkan kapasitas produksi.
"Pada saat sekarang dengan masuknya banyak impor legal maupun ilegal yang sudah lama terjadi ini juga mendorong industri tekstil kehilangan pangsa pasarnya yang di dalam negeri yang terpaksa menurunkan kapasitas produksinya juga dalam kondisi seperti itu, dan artinya itu juga mengurangi jumlah karyawan," tuturnya.
Ditambah lagi, saat ini pelemahan nilai tukar rupiah juga berpengaruh terhadap pembelian sebagian bahan baku yang harus diimpor dari luar. Terutama di sisi hulu yang melakukan impor kapas untuk bahan baku benang. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar ini, Faisal menegaskan bahwa akan meningkatkan biaya impor pengadaan bahan baku.
"Sehingga bisa kita bayangkan biaya produksi meningkat, di sisi yang lain pasar semakin tergerus, ini yang membuat banyak industri tekstil terpaksa kalau tidak gulung tikar ya mereka melakukan relokasi ke daerah-daerah yang memiliki tingkat upah dan biaya produksi yang lebih rendah," tandasnya.
(Z-9)
Pemerintah menyiapkan strategi baru untuk menghadapi tarif impor 19% yang dikenakan Amerika Serikat kepada Indonesia.
API memberikan apresiasi khusus kepada Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto atas upaya diplomatik yang berhasil membuka peluang ekspor lebih luas.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyambut positif penurunan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dari 32% menjadi 19%.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto menyambut positif tercapainya kesepakatan IEU CEPA.
Asosiasi menuding keberadaan mafia impor dalam menentukan kuota impor bagi kelompok tertentu membuat industri listrik di Tanah Air melemah.
Selama ini, industri tekstil dalam negeri telah menyepakati skema nontarif dengan memprioritaskan penyerapan produksi lokal, dan hanya mengimpor sesuai kebutuhan.
Perusahaan kemasan plastik terbesar di Asia Pasifik, Thong Guan Industries Bhd, resmi berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang.
Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan hilirisasi yang dikawal pemerintah sejak era Presiden Joko Widodo hingga Presiden Prabowo Subianto.
Perusahaan pemrosesan serta pengemasan makanan dan minuman, Tetra Pak meresmikan fasilitas produksi material tahap kedua di Binh Duong, Vietnam.
Perluasan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memungkinkan Sozio merespons kebutuhan pelanggan secara lebih cepat dan efektif di seluruh wilayah.
Kondisi paling memprihatinkan ditemukan pada PT SBJ yang memiliki 12 tungku peleburan untuk kapasitas 8.816 ton per tahun, namun sama sekali tidak memiliki cerobong.
ANGGOTA DPR RI dari Partai Nasdem, Rachmat Gobel, mengatakan ada perbedaan nyata antara membangun pabrik dan membangun industri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved