Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Percepat Implementasi ETM untuk Beralih ke Energi Bersih

M Ilham Ramadhan Avisena
21/8/2023 20:21
Percepat Implementasi ETM untuk Beralih ke Energi Bersih
Penerapan PLTS Atap(Antara/Nyoman Hendro Wibowo)

INDONESIA diperkirakan memerlukan pembiayaan setidaknya Rp4.500 triliun untuk transisi energi, baik di sektor ketenagalistrikan maupun transportasi

Karenanya, dukungan pembiayaan dari luar negeri dalam bentuk skema ETM (energy transition mechanism) perlu dipercepat implementasinya.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat dimintai pendapat ihwal pentingnya dukungan pendanaan bagi transisi energi Indonesia. 

Baca juga : Pemprov. Jateng.Gandeng PLN Hasilkan Kapal Nelayan Bertenaga Listrik 

Setidaknya Indonesia saat ini telah memiliki skema Energy Transition Mechanism (ETM) yang telah disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Bali akhir tahun lalu.

Namun menurut Bhima, implementasi ETM di Indonesia perlu diperbaiki. 

Baca juga : Ini Manfaat Penggunaan Mobil Listrik, Dorong Penerapan Energi Baru Terbarukan

"Kerangka ETM baik masuk ke dalam JETP maupun di luar JETP diperlukan adanya perbaikan," kata dia saat dihubungi, Senin (21/8).

Perbaikan pertama menyangkut pemensiunan dini PLTU dan energi terbarukan yang berasal dari negara maju. Dana dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, misalnya, akan lebih baik bila diberikan dalam mayoritas hibah.

Hal tersebut merujuk pada kesepakatan COP 15 di Copenhagen, yakni negara maju berkewajiban memberikan dana US$100 miliar atau sekitar Rp1.500 triliun per tahun (dengan kurs Rp15.000) kepada negara berkembang dan miskin dalam transisi energi.

"Kalau komitmen awalnya adalah bantuan karena negara maju sudah lebih dulu menyumbang polusi, maka harusnya skema transisi energi dibiayai hibah bukan pinjaman," terang Bhima.

Bila pun pembiayaan tersebut dalam bentuk pinjaman, lanjut dia, maka bunga yang dibebankan harus berkeadilan dan transparan. Sebab itu melibatkan dana publik dan berpotensi menjadi utang publik.

Bhima menambahkan, skema transisi energi juga diharapkan tidak mengakomodir solusi palsu. Misal, masih digunakannya co-firing untuk mempertahankan PLTU batu bara, atau masih gunakan teknologi seperti CCS/CCUS untuk perpanjang umur PLTU batu bara.

"Segala upaya yang kontra dengan pensiun pltu batu bara (coal phase out) disebut sebagai solusi palsu. Itu jangan masuk dalam rencana dan level transaksi ETM," kata dia.

Selain itu, Bhima juga mendorong agar skema transisi berbasis bottom up. Itu berarti, masyarakat terdampak polusi PLTU batu bara harus diajak bicara dan diutamakan alih pekerjaannya. Kemudian pembangunan energi terbarukan sebaiknya berbasis pada komunitas atau level desa.

Dihubungi terpisah, periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, Indonesia sedianya telah meramu sejumlah skema untuk mendapatkan dukungan pendanaan dalam transisi energi. 

Hal yang menjadi persoalan saat ini ialah bagaimana implementasi dari skema-skema itu mampu menarik minat para penanam modal.

"Sekarang pekerjaan rumahnya adalah bagaimana skema-skema tersebut bisa disesuaikan dengan regulasi saat ini. Dan juga bagaimana kemudian itu bisa diadaptasi dengan regulasi di level daerah misalnya," kata Yusuf.

Dia juga menilai, skema pembiayaan campuran (blended financing) menjadi paling relevan dalam upaya transisi energi. Karenanya, implementasi ETM perlu dilakukan dengan baik agar tujuan peralihan energi dapat tercapai. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik