Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Bambang Haryo: Harga Elpiji tidak Realistis Lagi

Media Indonesia
09/8/2023 15:41
Bambang Haryo: Harga Elpiji tidak Realistis Lagi
Petugas menata elpiji 3 kg untuk diisi kembali di pangkalan pengisian gas di Belitung Timur, di Kepulauan Bangka Belitung.(MI/Rendy.)

PAKAR kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono menilai harga elpiji di Indonesia sangat tidak realistis dan carut-marut di bawah kelola manajemen Pertamina. Sebagai penghasil gas terbesar di Asia, ia menduga ada pihak tertentu yang menginginkan masyarakat tetap menggunakan elpiji yang harganya bisa dipermainkan. 

"Saat ini harga elpiji 3 kg tabung melon HET sudah mencapai Rp25.000 di 2023 padahal pada 2014 harga HET masih berada di Rp13.500. Ini berarti terjadi kenaikan 85% selama kurun waktu tidak lebih dari 10 tahun. Ini tidak masuk akal!" kata Bambang Haryo dalam keterangan tertulis, Rabu (9/8/2023).

Menurut anggota DPR periode 2014-2019 itu, apalagi harga elpiji di sebagian besar luar Jawa bisa mencapai di atas Rp40.000 seperti Sidrap Sulawesi. Bahkan Kutai Timur Kalimantan harganya mencapai Rp50.000. "Pertamina sebagai penyuplai elpiji dan bahan bakar secara monopoli mendapatkan subsidi pemerintah berupa PNM dari APBN sebesar Rp82,3 triliun di 2023. Seharusnya suplai elpiji ke seluruh Indonesia tidak boleh terkendala dari sisi biaya. Apalagi saat ini juga ada tol laut yang bisa digunakan untuk pengiriman elpiji menjadi jauh lebih murah. Seharusnya tidak boleh ada disparitas harga di Jawa dan luar Jawa," imbuh pemilik sapaan akrab BHS. 

Baca juga: Industri Mamin Bakal Kecipratan Kebijakan Harga Gas Murah

Alumnus ITS Surabaya itu mengungkapkan elpiji 3 kg banyak digunakan oleh usaha mikro kecil yang di Indonesia sekitar 25 juta usaha mikro dan dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah yang mencapai 110 juta. Ini sangat memberatkan masyarakat bawah dan bahkan untuk masyarakat menengah ke atas mereka diberikan beban penggunaan elpiji isi ulang 5,5 kg dengan harga sekitar Rp110.000 dan 12 kg sebesar Rp240.000.

"Berbeda dengan di Malaysia harga elpiji isi ulang 12 kg sebesar 25,8 ringgit atau setara dengan Rp90.300 di Kota Kuala Lumpur, Perak, Pulau Pinang, Terengganu, Pahang, dan lain lain. Bahkan harga di Malaysia bagian Pulau Kalimantan di Kota Kinabalu dan Serawak sampai ke pelosok-pelosok harganya berbeda tidak lebih dari 1 ringgit. Dapat dikatakan harga sama di seluruh wilayah Malaysia sampai ke pedalaman," ungkap BHS.

Baca juga: HET Elpiji 3 Kg Rp16 Ribu, Pemda Imbau Warga Membeli di Pangkalan

Petronas, kata mantan ketua bidang infrastruktur Kadin itu, sebagai perusahaan milik negara tidak diberikan satu monopoli. Semua penyuplai BBM yang ada di negara tersebut, baik Shell, Petron, dan lain-lain menjual gas kepada masyarakat dengan harga sama seperti yang berlaku di perusahaan negara Petronas. Bahkan Petronas dan semua perusahaan penyuplai gas tersebut tidak mendapatkan subsidi dari negara.

"Padahal Malaysia mengimpor elpiji dari negara yang sama dengan Indonesia yaitu Amerika Serikat, Arab Saudi, Qatar, Angola, Kuwait, dan Singapura. Di Malaysia tabung elpiji 16 kg hanya digunakan oleh UMKM/usaha mikro makanan di kedai-kedai kecil di pasar tradisional, termasuk pedagang kaki lima. Sedangkan untuk semua permukiman rakyatnya sampai ke pelosok sudah teraliri dengan jaringan gas 100% dengan harga jauh lebih murah dari penggunaan elpiji dan bahkan mendekati gratis hanya membayar service charge dengan penggunaan gas yang tidak dibatasi," imbuhnya.

Sedangkan di Indonesia, hampir 100% permukiman masih belum difasilitasi jaringan gas sehingga mereka harus menggunakan tabung elpiji untuk kebutuhan rumah tangga. Jaringan gas yang sudah dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda masuk ke sebagian besar perumahan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Medan tidak difungsikan. Jaringan gas saat ini di Indonesia baru menjangkau tidak lebih dari 1% jumlah rumah penduduk. Padahal Indonesia bisa dikatakan penghasil gas terbesar di Asia dan bahkan Tiongkok, Jepang, Korea, Singapura memasok gas dari Indonesia.

"Ini sangat ironi manajemen Pertamina dan PGN di bawah Kementerian BUMN dan ESDM. Kerja mereka bisa dikatakan gagal dalam menyediakan jaringan gas ke perumahan-perumahan dan industri yang tentu berdampak sangat besar terhadap ekonomi di Indonesia. Lebih menyedihkan lagi keberadaan tabung elpiji 3 kg yang harganya sudah seperti tidak subsidi lagi sulit didapat di daerah sehingga tentu akan berdampak terhadap ekonomi yang sangat besar dan sangat merugikan masyarakat," tutupnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya