Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
KEBIJAKAN Badan Pangan Nasional yang menerbitkan aturan mengenai fleksibilitas harga gabah atau beras dalam rangka penyelenggaraan cadangan beras pemerintah dinilai belum tentu efektif stabilkan harga. Sebab, kebijakan perberasan perlu difokuskan pada membuat proses produksi menjadi lebih efisien dan berkelanjutan.
"Berbagai persoalan masih ada pada produksi beras, seperti tingginya ongkos produksi dan minimnya akses petani terhadap input pertanian berkualitas. Belum lagi faktor di luar proses seperti melemahnya daya beli, kenaikan harga bahan bakar minyak dan krisis iklim," terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir seperti dikutip dari siaran pers, Senin (13/3).
Faisol menambahkan, tingginya ongkos produksi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan harga beras nasional menjadi tinggi. Kondisi geografis Indonesia juga membuat biaya pengangkutan menjadi tinggi.
Baca juga : Harga Beras di Kota Palu Mulai Turun
Studi International Rice Research Institute (IRRI) pada 2016 menemukan bahwa ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam dan 2 kali lebih mahal dari Thailand. Studi itu juga menunjukkan rata-rata biaya produksi satu kilogram beras di Indonesia adalah Rp4.079, hampir 2,5 kali lipat biaya produksi di Vietnam (Rp1.679), hampir 2 kali lipat biaya produksi di Thailand (Rp2.291) dan India (2.306).
Ongkos produksi beras di Indonesia juga lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan ongkos produksi di Filipina (Rp3.224) dan Tiongkok (Rp3.661).
Baca juga : Harga Beras Di Kupang Tembus Rp15 Ribu Per Kilogram
Faisol menilai, fleksibilitas harga gabah dan beras yang berlaku sejak 11 Maret belum tentu efektif dalam menstabilkan harga beras. Terlebih, harga gabah kering panen yang ditawarkan oleh pemerintah masih belum cukup kompetitif.
BPS mencatat, harga gabah kering panen di bulan februari lalu sebesar Rp5.711, sementara dengan fleksibilitas harga, gabah dihargai sebesar Rp5.000 di tingkat petani. Walaupun bermaksud memberikan jaminan harga, kebijakan ini justru tidak menarik bagi petani. Terlebih, intensi pemerintah untuk mengontrol harga selama ini tidak menyelesaikan masalah utama.
"Langkah yang perlu dipastikan saat ini bukan fokus pada penyerapan. Tetapi bagaimana membantu petani meningkatkan produktivitas di tengah kombinasi berbagai faktor yang mempengaruhi proses produksi, sehingga dapat dipastikan produksi domestik dapat meningkat dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar," jelas Faisol.
Kebijakan tersebut, lanjutnya, justru memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Di sisi lain pemerintah justru menyebut panjangnya rantai distribusi adalah penyebab tingginya harga beras di Indonesia. Dus, pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dulu sebelum menerapkan fleksibilitas.
Untuk di sisi hilir, pemerintah sudah seharusnya lebih responsif terhadap kemungkinan impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras tanah air dan juga untuk menahan tingginya harga di pasar yang diekspektasikan akan konsisten tinggi hingga Idulfitri.
Saat ini pemerintah tidak bisa memenuhi jumlah seluruh permintaan beras dengan harga yang terjangkau. Pada akhirnya, kata Faisol, petani akan dihadapkan pada pilihan yang terbatas.
"Nilai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang lebih rendah daripada harga di pasar jelas akan merugikan petani. HPP sudah tidak realistis. Petani jelas akan menjual diatas HPP apalagi sekarang banyak masalah terkait produktivitas lahan seperti kekeringan dan cuaca yang tidak diprediksi," pungkas dia. (Z-5)
BERDASARKAN pantauan di pasar tradisional, harga beras tercatat stabil.
Amran menerangkan bahwa operasi pasar ini akan berlangsung hingga Desember 2025 dengan total penyaluran 1,3 juta ton beras di seluruh Indonesia.
Stok yang banyak tidak otomatis membuat harga beras stabil. Untuk itu pemerintah tidak boleh hanya berbangga dengan jumlah cadangan pangan yang ada.
Pemerintah terus mendorong program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui Perum Bulog untuk mengatasi fluktuasi harga.
ANGGOTA Komisi IV DPR RI, Ananda Tohpati, meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk segera mengatasi kenaikan harga beras agar tidak menyusahkan masyarakat.
Gerakan Edukasi dan Pemberian Pangan Bergizi Untuk Siswa (Genius) yang digagas Badan Pangan Nasional diklaim telah meningkatkan status gizi dan literasi pangan anak-anak sekolah.
Pemerintah tengah melakukan transformasi standar mutu dan harga eceran tertinggi (HET) beras untuk menjawab tantangan perberasan saat ini.
Pemerintah saat ini tengah membenahi situasi perberasan nasional dengan mendorong produsen beras, terutama beras premium, agar dapat memperhatikan secara serius kualitas dan mutu beras.
Pemerintah memastikan bantuan pangan beras mulai disalurkan pada Juli ini.
Keberadaan ritel modern sebagai mitra pemerintah sangat strategis dalam memperluas akses pasar, memperpendek rantai distribusi, serta menjaga pasokan dan harga pangan yang terjangkau
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan pemerintah akan akan menyalurkan sebanyak 10 ribu ton beras sebagai bentuk bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved