Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
DISTRIBUSI beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) oleh pemerintah mulai dilakukan sejak Juni 2025. Namun, kebijakan ini dinilai tidak otomatis mampu menurunkan harga beras di pasar tradisional secara signifikan, khususnya di Sumut.
Ekonom dari Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) Gunawan Benjamin menyebutkan, harga eceran tertinggi (HET) beras SPHP di Sumatra ditetapkan sebesar Rp13.100 per kilogram. Harga ini lebih rendah dibandingkan beras medium yang saat ini beredar di umumnya pasar tradisional di Sumut. D
Di Kota Medan, misalnya. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga beras medium berada di rentang Rp14.450 hingga Rp14.950 per kilogram. Selisih harga terendah dengan SPHP mencapai Rp1.350 per kilogram.
"Kalau Bulog menggelontorkan beras itu ke pasar, pasti akan jadi buruan para ibu rumah tangga," ujar Gunawan, Senin (14/7).
Namun dia menegaskan, terlalu dini menyimpulkan harga beras akan turun hanya karena kebijakan ini. Menurut Gunawan, ada sejumlah faktor yang justru membuat efektivitas distribusi beras SPHP patut diragukan.
Dia menyebut skema dan struktur pasar yang ada membuat intervensi ini belum tentu membawa dampak signifikan. Pertama, volume distribusi SPHP harus mampu mendominasi pasar agar bisa menjadi market leader. Setidaknya 50% dari total pasokan beras di pasaran harus berasal dari SPHP untuk bisa menekan harga. Kedua, harga pokok produksi (HPP) beras di Sumut saat ini tergolong tinggi.
Harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani berada di atas Rp7.000 per kilogram, bahkan mencapai Rp8.500 di beberapa lokasi. Kondisi tersebut menyebabkan harga beras, seperti dari kilang di Deliserdang, saat ini mencapai Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram.
Harga tersebut masih jauh di atas HET beras SPHP yang ditetapkan pemerintah.
Ketiga, distribusi beras SPHP dilakukan melalui empat saluran yakni pedagang pasar, outlet binaan pemda, koperasi desa Merah Putih dan gerakan pangan Bulog. Namun tidak semua jalur distribusi ini langsung berhadapan dengan pasar tradisional yang dominan.
Gunawan menilai, meskipun harga SPHP lebih murah, tetapi saluran distribusinya belum menjamin akan bersinggungan langsung dengan beras non-SPHP. Akibatnya, potensi penurunan harga tidak merata di semua segmen pasar. Keempat, menurut Gunawan, daya tahan kebijakan SPHP ini juga dipertanyakan oleh para pelaku pasar.
Mereka menilai distribusi ini bersifat temporer dan tidak akan berlangsung dalam jangka panjang. Kelima, dalam waktu dekat akan terjadi panen raya di beberapa wilayah di Sumut.
Dalam suasana panen raya, harga beras diperkirakan akan menurun secara alami, bahkan tanpa perlu intervensi distribusi SPHP. Karena itu Gunawan menilai kebijakan ini masih akan jauh dari kata efektif dalam membentuk harga.
Dia menyarankan pemerintah memertimbangkan pendekatan yang lebih menyentuh langsung struktur harga dan sistem produksi secara menyeluruh. (YP/E-4)
MARAKNYA beras oplosan berpotensi menyebabkan harga beras menjadi naik.
Melambungnya harga beras tersebut, telah mengusik pendapatan atau terganggu keuntungan yang mereka peroleh dari hasil penjualan.
Di tengah musim tanam padi gadu (musim tanam kedua), harga gabah di Kabupaten Aceh utara, Aceh, melonjak.
Pada pertengahan Juni 2025, harga beras di beberapa pasar tradisional Kabupaten Deli Serdang naik hingga 3,4% dibanding bulan sebelumnya.
KENAIKAN harga beras memicu lonjakan Indeks Perkembangan Harga (IPH) di 14 provinsi pada minggu kedua Juni 2025. Padang Panjang turut mengalami fluktuasi harga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved