Kamis 02 Februari 2023, 15:34 WIB

Bahlil Sebut Negara Maju Banyak Mendikte Negara Berkembang

M Ilham Ramadhan Avisena | Ekonomi
Bahlil Sebut Negara Maju Banyak Mendikte Negara Berkembang

Antara
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia

 

MENTERI Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia gusar dengan sikap negara-negara maju yang bertindak tidak adil pada negara-negara berkembang. Hal itu menurutnya dapat dilihat dari sikap dan ketentuan internasional yang seolah menahan kemajuan negara berkembang.

Salah satu ketidakadilan yang saat ini menimpa negara berkembang ialah mengenai penetapan harga karbon. Karbon yang dihasilkan oleh negara-negara maju dipatok tinggi, bahkan menyentuh US$100 per ton, sedangkan negara berkembang hanya di kisaran US$20 per ton.

"Negara maju itu harga karbon bisa US$100 per ton, sedangkan negara berkembang, seperti Indonesia hanya US$20 per ton. Ini sama-sama karbon, di mana bedanya?" tuturnya dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Kamis (2/2).

Hal itu menurutnya tak adil lantaran banyak negara maju memiliki kapasitas penghijauan yang lebih sedikit dibanding negara berkembang. Alasan tersebut dinilai tak relevan, padahal harga karbon ditujukan dalam rangka transisi energi fosil ke energi bersih.

Di saat yang sama, masih banyak negara maju yang mengharapkan manfaat dari sumber daya alam yang dimiliki oleh negara berkembang. Bahlil menganggap itu sebagai anomali berpikir yang tidak menginginkan negara berkembang untuk maju.

"Kalau begitu alasannya, apa perlu Indonesia menggunduli semua hutannya agar harga karbon ini bisa sama dengan negara-negara maju? Ini suatu anomali berpikir di dalam transisi energi," kata dia.

Bahlil juga meminta negara maju tak melulu mendikte kebijakan lingkungan yang dimiliki oleh negara berkembang. "Kami Indonesia tahu bagaimana mengatur lingkungan. Negara yang hutannya sudah habis jangan ajari kami untuk menjaga lingkungan," ujarnya.

Dia geram lantaran salah satu upaya pemerintah menjaga lingkungan melalui hilirisasi justru digugat ke Organisasi Dagang Internasional (WTO). "Itu (hilirisasi) bukan hanya soal nilai tambah, tapi agar tidak ada ilegal mining, tapi malah kami dibawa ke WTO oleh sama Uni Eropa. Padahal kami mau jalankan SDG. Jadi Itu tidak masuk akal," pungkasnya. (OL-8)

Baca Juga

Dok. OCS Group Indonesia

OCS Group Indonesia Targerkan Capai Netralitas Karbon di Akhir 2033

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Kamis 01 Juni 2023, 00:29 WIB
Akselerasi tahun 2033 sangatlah penting dalam mendukung praktik-praktik yang berkelanjutan di industri facility management...
Dok. Petrokimia Gresik

Mentan SYL Apresiasi Smart Precision Farming Petrokimia Gresik, Bentuk Pertanian Masa Depan

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Kamis 01 Juni 2023, 00:18 WIB
Mentan SYL mengapresiasi program Smart Precision Farming yang digagas Petrokimia Gresik untuk pertanian Indonesia semakin...
Dok. Multi Kabel

Dukung Proyek Strategis Nasional, Multi Kabel Kirim Kabel High Voltage Kedua ke Jawa Tengah

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Rabu 31 Mei 2023, 23:51 WIB
Proyek infrastruktur vital nasional itu bertujuan untuk peningkatan kekuatan penyaluran listrik di wilayah Jawa, Madura, dan...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya