Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEMAKAIAN Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh Indonesia termasuk paling rendah di bawah 2% di antara negara anggota G20 hingga 2021, berdasarkan data Ember, yakni lembaga think tank lingkungan nirlaba dari Inggris.
Dalam Ember's Global Electricity Review 2022 menunjukkan Australia menjadi negara terbesar pemakaian PLTS dengan menyumbang 12% dari total produksi energi listrik Negeri Kangguru itu.
Selain Australia, ada Jerman, Italia dan Jepang yang menyumbang pemakaian PLTS tertinggi dengan 8-10% dari total energi listrik negara tersebut. Berikutnya dengan penggunaan PLTS sebesar 4-6%, yakni Uni Eropa, Meksiko, Korea Selatan, United Kingdom, India dan Amerika Serikat.
Negara dengan pemakaian PLTS sebesar 2-4% hingga 2021 ialah Afrika Selatan, Brazil, Prancis, Tiongkok, dan Turki. Sedangkan, negara yang mengikuti Indonesia dengan pemakaian PLTS terkecil di bawah 2% ialah Arab Saudi, Rusia, Kanada dan Argentina.
Baca juga: Asosiasi Pemasang PLTS Atap Sambut Besarnya Permintaan Energi Terbarukan
"Dekade ini beberapa negara perlu mengerahkan dengan cepat untuk membalikkan peningkatan emisi global dan mengatasi perubahan iklim," ungkap Pemimpin global Ember Dave Jones.
Tenaga Pembangkit Listrik Tenaga Bayu dan Solar tercatat menghasilkan lebih dari sepersepuluh atau 10,3% listrik global untuk pertama kalinya di 2021, naik dari 9,3% pada 2020 dan dua kali lipat dibandingkan di 2015 ketika Perjanjian Iklim Paris ditandatangani dengan hanya 4,6%, data dari Ember.
Lima puluh negara kini telah melewati 10% pemakaian pembangkit tenaga listrik bayu dan solar, dengan menambahkan tujuh negara di 2021 saja. Mereka adalah Tiongkok, Jepang, Mongolia, Vietnam, Argentina, Hongaria, dan El Salvador.
Tiga negara, yakni Belanda, Australia, dan Vietnam telah mengalihkan lebih dari 8% total permintaan listrik mereka dari bahan bakar fosil ke pembangkit listrik tenaga bayu atau angin dan matahari hanya dalam dua tahun terakhir.
Baca juga: Presiden Minta Pemberian Sertifikat Tanah ke Masyarakat Dipercepat
Guru Besar Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia Iwa Garniwa berpendapat, rendahnya penggunaan PLTS sebagai pembangkit listrik disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti, banyak masyarakat yang ragu terhadap keuntungan pemakaian PLTS sebagai sumber listrik.
"Karena harus berinvestasi dahulu walau bisa mengurangi pembayaran listrik ke PLN. Pengurangan ini belum dianggap menjadi benefit bagi masyarakat," ungkapnya kepada wartawan.
Selain itu, harga pemasangan PLTS juga terbilang mahal. Dalam keterangan Kementerian ESDM biaya modal atau capex pemasangan PLTS Atap per 1 kilo Watt peak (kWp) atau setara 1.000 Watt bisa mencapai Rp17 juta.
Iwa menambahkan saat ini pemakaian listrik terbesar masih dari fosil atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. "PLTS ini masih bersifat intermitten, yang akibatnya listrik PLN dari PLTU masih menjadi andalan kebutuhan listrik sehari-hari," pungkasnya.(OL-11)
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 dinilai berpotensi menghambat momentum Indonesia dalam merealisasikan transisi energi.
Penelitian dan pilot project perlu digencarkan untuk menyesuaikan algoritma machine learning dengan kondisi geologi Indonesia.
Seluruh sumber energi untuk menghasilkan hidrogen masih berkaitan dengan bawah permukaan bumi .Geofisika menjadi salah satu disiplin ilmu yang dapat mengidentifikasinya.
PERUSAHAAN tambang Mitrabara Adiperdana memperluas kegiatan usaha di bidang energi baru terbarukan, industri agro, infrastruktur, dan jasa pertambangan.
Selain fasilitas perpajakan, APBN juga dialokasikan ke berbagai kementerian/lembaga untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Indonesia dan Swiss berkomitmen untuk terus mempererat kerja sama dalam pengembangan energi bersih melalui PLTA berkelanjutan.
Pendidikan kritis soal transisi energi bersih terbarukan pun semakin krusial. Sebab, krisis iklim menjadi tantangan yang akan semakin masif dihadapi generasi muda di masa mendatang.
Berkat Cawan Group, resmi mengamankan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) untuk dua proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) strategis.
Pemerintah Indonesia mengantongi komitmen pendanaan untuk pembangunan PLTS Terapung Saguling sebesar US$60 juta atau setara Rp994,68 miliar dari tiga mitra internasional.
MEMPERINGATI Hari Bumi, Komunitas Generasi Energi Bersih (Gen-B) mengedukasi generasi muda mengenai pentingnya transisi energi bersih di Binus School Simprug,
Dengan kapasitas mulai dari 1,1 kWp hingga 2,75 kWp per rumah dan total kapasitas mencapai sekitar 1,3 MWp, sistem itu bekerja secara on-grid.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved