Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENURUNAN batas bawah dan atas tarif bea keluar crude palm oil (CPO) dan turunannya merupakan strategi pemerintah mengendalikan ekspor. Kebijakan itu juga dikeluarkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Demikian disampaikan Direktur Komunikasi dan Hubungan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto saat ditemui di Bandung, Kamis (11/8).
"Itu sinyal dari pemerintah untuk lebih mengamankan kebutuhan dalam negeri. Karena pengenaan bea keluar itu adalah barrier to export," jelasnya.
Nirwala menyebutkan, pemerintah telah mempertimbangkan pengubahan tarif batas bawah dan atas bea keluar itu. Karenanya, pengambil kebijakan tak akan khawatir akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor CPO.
"Tidak khawatir, karena ini juga untuk kebutuhan dalam negeri. Bahkan kemarin juga sudah ada Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO)," tuturnya.
Perubahan tarif bea keluar CPO dan produk turunannya juga merupakan upaya pemerintah mengompensasi dampak kebijakan pelarangan ekspor CPO yang sempat dilakukan.
Namun demikian, perubahan tarif bea keluar itu bukan berarti pemerintah berupaya menghentikan ekspor CPO dan produk turunannya. "Tetap boleh ekspor, tapi dengan perubahan itu, kebutuhan dalam negeri akan menjadi lebih pasti," jelas Nirwala.
Baca juga: Pemerintah Gencarkan Produksi Sumber Pangan Alternatif
Diketahui sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 123/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Beleid tersebut berlaku sejak ditandatangani Menteri Keuangan pada 8 Agustus 2022.
Pokok-pokok pengaturan yang ada di dalam PMK tersebut yakni, mengubah batas bawah pengenaan tarif bea keliar CPO dan produk turunanya dari semula US$750 per metrik ton menjadi US$680 per metrik ton.
Selain itu, pemerintah juga mengubah tata cara penghitungan harga referensi dari sebelumnya harga Cost, Insurance, and Freight (CIF) menjadi Free On Board (FOB). Dari tiga sumber harga referensi (Rotterdam, ICDX & MDEX), apabila terjadi perbedaan harga lebih dari US$40 per metrik ton,, maka menggunakan dua sumber harga yaitu harga yang menjadi median dan sumber harga yang terdekat dari median.
Sebagai tindak lanjut dari PMK baru itu, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi. Harga Referensi CPO yang berlaku mulai tanggal 9 Agustus 2022 sebesar US$872,27 per metrik ton.
Kepmendag itu telah ditindaklanjuti dengan penerbitan KMK nomor 28/KM.4/2022 tanggal 8 Agustus 2022 yang berlaku mulai tanggal 9 Agustus 2022. (OL-4)
Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono melepas ekspor produk hilirisasi kelapa sawit di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (16/1).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, CPO masuk dalam lima besar komoditas yang memberikan andil terhadap ekspor nonmigas provinsi tersebut.
"Kita pernah mengalami harga sawit itu Rp1.200/kg, saat ini sulit sekali mengharapkan keutungan kalau ada pun sangat minim," cerita Sardi. Sabtu (21/5).
Petani kelapa sawit di Morowali Utara, Sulteng, berharap harga Tandan Buah Segar (TBS) tidak turun lagi menyusul pemerintah telah membuka keran ekspor CPO.
KEBIJAKAN pemerintah membuka kembali kran ekspor crude palm oil (CPO) membuat petani kelapa sawit di Musi Rawas Utara, Sumsel semringah.
Masalah ini adalah satu dari berbagai keluhan yang disampaikan petani, distributor hingga eksportir sawit dari Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel) kepada pemerintah pusat.
Dari operasi laut dengan sandi Purnama, tim gabungan menyita barang bukti narkotika jenis sabu sebanyak 130,79 kilogram dan mengamankan 11 orang tersangka.
Mantan Kepala Bea Cukai Andhi Pramono kini berstatus sebagai tersangka penerimaan gratifikasi Rp28 miliar dan pencucian uang. Duit haram itu digunakan untuk banyak kebutuhan.
Pemerintah sebelumnya juga memasukkan minyak jelantah yang masuk sebagai ketegori produk turunan dari minyak sawit mentah atau CPO sebagai komoditas yang dilarang ekspor.
Barang ekspor dapat dikenakan bea keluar, tetapi pengenaan bea keluar dikecualikan terhadap barang-barang yang diatur sesuai ketentua
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan, nilai ini meningkat sebesar US$34,40 atau 3,83 persen dari periode 1–15 April 2023 yang tercatat US$898,29/MT.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved