Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kenaikan Suku Bunga The Fed Longsorkan Saham-saham Teknologi

Fetry Wuryasti
24/5/2022 09:55
Kenaikan Suku Bunga The Fed Longsorkan Saham-saham Teknologi
Ilustrasi pergerakan saham di Bursa Saham Indonesia(dok.ant)

HIRUK pikuk performa saham teknologi di tahun 2022 sedang panas-panasnya, baik di luar maupun di dalam negeri. Sepanjang tahun ini, performa indeks Nasdaq yang berisi saham-saham teknologi sudah rontok hingga -27,42%. Demikian pula dengan IDX Technology yang mengalami penurunan, meskipun tidak sedalam Nasdaq yakni sebesar -12,55%.

"Menurunnya performa sektor teknologi saat ini merupakan respon atas kenaikan suku bunga The Fed," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Selasa (24/5).

Pada awal Mei lalu, ketika Fed Fund Rate dinaikkan 50 bps. Valuasi perusahaan teknologi turun tajam. Saat ini Softbank berencana memangkas 50% - 75% investasi di perusahaan teknologi sebab perlambatan performa yang cukup tajam, sehingga valuasinya menurun imbas kenaikan suku bunga.

IDX Technology menjadi sektor yang berkontribusi terhadap penurunan indeks komposit IHSG dalam sepekan. Apalagi bobot kapitalisasinya cukup besar terhadap IHSG. Sebut saja BUKA dan GoTo yang juga masuk dalam jajaran indeks LQ45.

Pasalnya saham-saham tersebut hingga menemui kondisi Auto Reject Bawah (ARB) dalam perdagangan pekan pertama usai libur panjang Lebaran. Hal ini tentu berkontribusi terhadap penurunan indeks komposit IHSG.

Sepekan lalu, IHSG kembali bertenaga ditopang oleh saham GoTo di mana memiliki nilai transaksi terbesar, frekuensi transaksi terbesar, sekaligus top gainer dalam sepekan. Secara jangka pendek, memang sektor teknologi ini berpotensi besar menemui volatilitas yang tinggi.

Namun, prospek di masa mendatang yang baik di mana ditunjang oleh consumer behavior yang bertransformasi menuju digital kian masif. Meski demikian, hal ini akan kembali ke preferensi investor.

Euforia sektor teknologi di pasar saham Indonesia memang cukup ramai sejak tahun lalu. Growth stock terbang ribuan persen karena akselerasi transformasi digital yang kian masif sebagai imbas dari pandemi.

Hal ini menjadi momentum bagi perusahaan digital untuk melantai di bursa dan mendapatkan pendanaan jumbo dari publik di mana BUKA salah satunya. Namun, hanya selang beberapa pekan sahamnya anjlok hingga ARB dan mencatatkan return negatif atau -55% pada 2021 sejak IPO.

Tak berhenti sampai di situ, GoTo yang memiliki ekosistem terbesar di Indonesia turut melantai di bursa pada tahun ini juga membangunkan growth stock yang seolah sedang tertidur di tengah tren pemulihan ekonomi yang menguntungkan sektor-sektor dengan fundamental yang baik.

GoTo dinilai cukup banyak menyediakan amunisi untuk memitigasi risiko penurunan saham sebab adanya awareness terhadap risiko IPO di tengah tren sektor yang diberatkan dengan kenaikan suku bunga.

Sehingga, strategi greenshoe option yang digunakan untuk menstabilkan harga saham serta dual listing disiapkan. Hanya saja, greenshoe tersebut terus dikeluarkan karena harga saham GoTo yang sempat menurun hingga hampir menyentuh harga IPO-nya sehingga sudah hampir habis atau bahkan sudah tak bersisa saat ini.

Terkait rencana dual listing di bursa global yang akan dilakukan pada akhir 2023, private placement tersebut akan dilakukan melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu dengan menerbitkan 118,44 miliar saham. Hal tersebut pun akan dieksekusi mempertimbangkan kondisi pasar.

"RUPS akan dilakukan pada 28 Juni untuk meminta persetujuan rencana private placement tersebut yang sebesar 10% dari modal. Sehingga, pemegang saham GoTo saat ini berpotensi terdilusi sebesar 9,09%. Kami menilai bahwa harga saham growth stock yang saat ini masih dalam tren penurunan memang dibebani dengan kenaikan suku bunga The Fed," kata Nico.

Apalagi jika nanti BI menaikkan suku bunga yang diperkirakan akan naik tahun ini, saham-saham teknologi berpotensi longsor lebih dalam lagi meskipun hanya akan terjadi secara jangka pendek saja.

Meski demikian, valuasi yang murah dapat menjadi momentum untuk memperoleh saham dengan harga yang terjangkau, dengan catatan investor memiliki keyakinan terhadap prospek fundamental di masa yang akan datang.

"Ingat, berbicara saham teknologi, berarti berbicara persepsi dan ekspektasi, dan tentu saja perilaku dari pelaku pasar dan investor itu sendiri," kata Nico. (OL-13)

Baca Juga: Incar 3,6 Juta Wisman, Sandiaga Minta Penambahan Jumlah Penerbangan



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya