Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PARA pelaku industri asuransi menyerukan agar terciptanya tata kelola industri asuransi yang lebih sehat di dalam negeri, mengingat belakangan banyaknya muncul aduan terkait produk unit link dan kasus gagal bayar.
Pengawas dan Pembina Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Kornelius Simanjuntak mengatakan, untuk dapat menciptakan tata kelola yang lebih sehat di industri ini perlu didorong adanya kolaborasi antara perusahaan asuransi dengan pialang asuransi.
Menurutnya, kolaborasi antara dua entitas itu penting dilakukan agar menghilangkan sikap saling mencurigai antara keduanya. Pasalnya, sikap saling curiga yang selama ini selalu muncul dapat merusak kelangsungan dua entitas bisnis tersebut.
"Hilangkan saling menyalahkan. Yang selama ini muncul adalah broker ini katanya merusak pasar. Katanya, kalau masuk broker pasti preminya hancur," kata Kornelius dalam Webinar 'Pembenahan Tata Kelola Industri Asuransi.
Ia pun mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah segera membentuk Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP). Langkah ini dianggap sebagai upaya mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi. Selain itu, LPPP juga dapat mengembalikan citra perusahaan asuransi, mengingat akhir-akhir ini makin banyak permasalahan yang terjadi di sejumlah perusahaan.
Menurutnya, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, lembaga tersebut sudah harus dibangun. Sebab, UU mengamanatkan lembaga tersebut harus sudah ada paling lambat tiga tahun setelah undang-undang perasuransian terbit.
Kemudian, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi Indonesia (Apparindo) Mohammad Jusuf Adi mengatakan, dalam upaya pembenahan industri asuransi nasional diperlukan kesadaran dari para perusahaan asuransi untuk melakukan bisnis sesuai kecukupan modal. Dengan begitu, kata dia, pihaknya akan lebih mudah melakukan penyeleksian perusahaan asuransi bagi nasabah.
“Mungkin ke depan perlu pertimbangan, perusahaan asuransi perlu melakukan spesialisasi sesuai dengan kemampuan internal mereka. Kalau modal Rp3 triliun misalnya, jangan main untuk risiko sampai Rp10 triliun. Sehingga kami di pialang dalam rangka melakukan penyeleksian perusahaan asuransi lebih mudah,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Teknis IFG Rianto Ahmad menekankan perlunya manajemen risiko diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan, guna mendorong iklim industri asuransi yang sehat. Ia berharap, upaya manajemen risiko ini menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Selain itu, dalam pembenahan tata kelola industri asurasi, juga dirinya mendorong peranan aktuaris. Menurut Rianto, IFG telah merekrut banyak tenaga-tenaga aktuaris untuk ditempatkan di anak-anak usaha.
Baca juga : ISEI Optimistis Ekonomi Indonesia 2022 semakin Membaik
"Kita wajibkan harus ada satuan kerja aktuaris di perusahaan anak kita. Di level direksi kita juga mengupayakan penguatan dari sisi keaktuariaan, manajemen risiko, yang sifatnya lebih memainkan pedal, kopling atau rem," jelasnya.
Adapun terkait LPPP, Kepala Bagian Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK Muhammad Ridwan pun mengamini pentingnya keberadaan lembaga tersebut. Namun demikian, kata dia, lembaga tersebut sedang dalam proses penggodokan.
Bahkan, pihaknya telah mengajak Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan untuk merumuskan desain lembaga ini. Ia berharap, adanya lembaga ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat agar mau membeli produk-produk asuransi.
"Kita sedang mendesain bagaimana nanti bentuk lembaganya, apakah kemudian dia nanti akan melekat di Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) atau kemudian menjadi lembaga yang mirip dengan LPS," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK, Ahmad Nasrullah menuturkan, salah satu aspek yang harus ditekankan dalam industri asuransi ke depan adalah perihal penerapan tata kelola perusahaan, manajemen risiko korporasi, dan kepatuhan terhadap peraturan yang ada.
Menurut dia, permasalahan-permasalahan yang sering terjadi terutama di beberapa perusahaan asuransi besar adalah terkait dengan tata kelola yang kurang baik.
"Saya nggak bosan-bosannya menyampaikan ke para pelaku industri asuransi, supaya benar-benar kita mengedepankan tata kelola di perusahaan," kata dia.
Sedangkan, menurut Wakil Ketua BPKN RI, M Mufti Mubarok, pembenahan industri asuransi memang perlu dilakukan karena jumlah pengaduan konsumen asuransi yang diterima pihaknya cukup banyak.
Menurut dia, pada 2021 BPKN telah menerima sebanyak 2.152 pengaduan. Mufti menyebut, empat persoalan yang menjadi catatan BPKN selama 2021 meliputi penolakan klaim, misleading produk, pailit, dan gagal bayar.
"Jumlah konsumen yang mengadu ke kami luar biasa banyak. Kami menyebut berkah atau bencana. Rabu, kami terima rekor MURI mendapat aduan terbanyak di bidang asuransi," ungkapnya. (RO/OL-7)
PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) ambil bagian dalam kegiatan Fintech Lending Days (FLD) 2025 yang diselenggarakan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia di Kota Sorong.
Sampai dengan periode Maret 2025, LKM yang telah memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebanyak 245 LKM dengan nilai keseluruhan aset LKM mencapai Rp1,609 triliun.
Sejumlah lembaga internasional telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global lantaran ketidakpastian dan gejolak geopolitik dunia.
Pada Mei 2025 piutang pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan tercatat Rp504,58 triliun, atau tumbuh 2,83% secara tahunan.
INDUSTRI perbankan nasional dinilai masih menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah tekanan global. Pertumbuhan kredit pada Mei 2025 tercatat 8,43%, setara Rp7.900 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, aset keuangan syariah di luar kapitalisasi saham syariah mencapai Rp2.883,67 triliun sepanjang 2024 atau tumbuh 11,67% secara tahunan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved