TaxPrime sebagai Konsultan Pajak terdaftar dan memiliki partner yang tersertifikasi serta merupakan anggota dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, melakukan sosialisasi insentif perpajakan dan kepabeanan, serta pemanfaatannya untuk meminimalkan sengketa harga transfer dan menarik investasi ke Indonesia untuk mengawal pemulihan ekonomi.
Maka dari itu, melalui webinar dengan tema Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional 2021/2022: Arah Strategi Kebijakan Investasi, Kepabeanan, dan Perpajakan; Peluang dan Tantangan pada platform zoom webinar pada Kamis (11/11).
Webinar mengundang 1.000 peserta dari multinational corporations (PMA) dengan induk usaha di antaranya Jepang, Korea, Singapura, Eropa, dan Amerika Serikat, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi akselerator untuk menjaga momentum dan penggerak program pemulihan ekonomi nasional.
Dalam keterangan pers, Kamis (11/11), Dirjen Pajak, Kemenkeu, Suryo Utomo mengatakan, di samping memberikan insentif, pemerintah, dan DPR secara simultan juga melakukan reformasi perpajakan bidang regulasi, salah satunya dengan melahirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tanggal 7 Oktober 2021, yang disahkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021.
“Penyusunan UU HPP memiliki tujuan untuk memperbaiki aturan perpajakan, memperluas basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak agar tercipta penerimaan pajak berkelanjutan," katanya.
"Diharapkan pada tahun 2023 tingkat defisit pembiayaan kembali ke 3% dari produk domestik bruto (PDB), meningkatkan pertumbuhan, dan mendukung percepatan peningkatan perekonomian,” jelas Suryo Utomo.
Sementara itu, Senior Advisor TaxPrime, Machfud Sidik, menyatakan, upaya pemerintah dalam menangani sektor fiskal terutama pajak dimulai dari terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah persoalan yang sangat kompleks.
Bersamaan dengan itu, menurut Machfud, otoritas pajak juga perlu menyiasati persaingan global yang terkait dengan dinamika transaksi digital dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
“Tiap tahun upaya untuk mengoptimalkan atau mengurangi beban pajak diberbagai kebijakan perpajakan multinational corporation kisarannya 240 miliar dollar AS atau dua kali cadangan devisa Indonesia. Sehingga otoritas pajak harus mengantisipasi hal itu,”kata Machfud.
Ia juga menyoroti aturan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di dalam UU HPP sudah mengarah kepada high network individual yang dinilai sudah tepat.
Sementara individual income tax di sektor usaha kecil dan menengah juga perlu digali, namun jangan sampai mematikan bisnisnya.
“Tentunya perbaikan administrasi menjadi sangat penting bagi otoritas pajak, termasuk juga bagaimana mengurangi unnecessary dispute,” imbuh Machfud.
Robert Leonard Marbun, Staf Ahli Menteri Investasi Bidang Hubungan Kelembagaan menyatakan,"Pandemi adalah masa yang tepat untuk melakukan reform atau perubahan struktur ekonomi karena masa krisis kita bisa melihat dan mengevaluasi hal lama sudah benar atau tidak, jadi pada masa krisis itu teruji policy yang kita lakukan itu bisa bertahan."
"Kedua, semacam curi start, ketika negara lain sedang sibuk kita saatnya curi start. Ketiga pada kriris, setelah itu ada pertumbuhan yang positif, ketika sudah curi start artinya kita bisa jaga momentum yang sebelumnya agak berkurang dan kalau di gas lagi maka diharapkan momentum akan naik. Selain itu, diharapkan dengan Overview kondisi investasi dan ekonomi dapat keluar dari midlle income trap," paparnya..
“Jadi, untuk keluar hal tersebut kedua ada target tahun 2045 kita menjadi negara kelima terbesar secara GDP 7,4 triliun. Untuk menjaga momentum itu maka kita harus menjaga pertumbuhan ekonomi yang real GDP bukan nominal,” ungkap Robert.
Terkait dampak nya bagi UU Cipta Kerja, Robert mengatakan," Beberapa waktu lalu kita sudah umumkan realisasi januari-september adalah 659,4 triliun atau 73,3%."
“Target sebenarnya kalau ditargetkan oleh bappenas kami 850. Tapi Bapak Presiden menargetkan untuk menjadi Rp 900 triliun. Sampai semester III sudah 73,3%. Kita optimistis untuk mencapai Rp 900 triliun,” katanya.
Ia pun mengungkapkan bahwa sejak adanya OSS, sudah terbit izin sekitar 419.113 penerbitan NIB sampai hari ini dan didominasi oleh usaha mikro.
“Menariknya, karena semua by system dan orang bisa melalui aplikasi dan kemudian bisa mobile bisa pakai handphone baik android atau ios, waktu lihat data ini malam malam jam 12 ada orang yang apply dan terbit izinnya,” ungkapnya.
Aries Prasetyo, Partner Taxprime, menjelaskan, saat ini pemerintah sudah menyiapkan berbagai fasilitas dan kemudahan dalam berusaha sehingga sangatlah beralasan bila indoensia menjadi tujuan investasi yang sangat menarik.
“Faktor pendukung lainnya berupa, ketersediaan pasokan energi listrik yang cukup, SDA yang berlimpah, dan SDM yang memadai merupakan poin penting yang harus dipertimbangkan oleh investor sebelum berinvestasi,” ungkapnya.
Selain itu, terkait fasilitas kemudahan investasi dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase awal pada saat investasi itu harus melewati sistem OSS (Online Single Submission) untuk mendapatkan izin usaha.
Dengan adanya sistem OSS ini, maka perizinan dapat diperoleh lebih mudah dan sistem OSS sudah terintegrasi dengan beberapa fasilitas perpajakan. Fase kedua adalah fase konstruksi atau pembangunan.
Dengan diperolehnya suatu master list dari BKPM maka pemasukan atas mesin atau peralatan yang akan digunakan dalam proses produksi yang diperoleh dari luar daerah pabean akan mendapatkan fasilitas berupa pembebasan bea masuk.
“Selain itu juga pemasukan mesin dan peralatan luar daerah pabean tersebut DJP memberikan fasilitas pembebasan PPN impordan pembebasan PPh 22 impor,” imbuhnya.
Fase berikutnya adalah fase produksi. Fase ini banyak fasilitas yang dapat dimanfaatkan. Khususnya untuk kawasan seperti kawasan tempat penimbunan berikat, KEK, fasilitas itu sudah melekat didalamnya. Seperti penangguhan bea masuk, PPN tidak dipungut dan lain-lain.
Di luar itu ada fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, fasilitas WP risiko rendah, yaitu fasilitas yang diberikan untuk percepatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Ada juga fasilitas yang terkait tax holiday, tax allowance, super deduction, SKB PPh pasal 23 dan lainnya.
“Dari pemberian fasilitas tersebut diharapkan pengusaha dapat menekan pengeluaran secara maksimal. Sehingga efisiensi terhadap cash flow dapat tercapai,” ujarnya.
Muhamad Fajar Putranto, Managing Partner Taxprime menyatakan bahwa terkait kondisi Indonesia saat ini ketika kita berbicara globalisasi, hampir semua negara sedang menghadapi covid 19, mulai dari krisis finansial sampai pada krisis energi.
Menurutnya, salah satu faktor utama dalam produksi adalah terkait energi, apalagi Indonesia memiliki batu bara yang melimpah.
“Jadi, Indonesia itu berlimpah batu baranya. Jadi, kalau misalnya ada investor, hal terpenting yang mereka pikirkan dari sisi produksi itu adalah sisi electricity nya dan bahan baku,” ujarnya.
Diatas segalanya, Fajar mengatakan bahwa ada tiga faktor lain yaitu masalah legal certainly. Hal tersebut perlu diperhatikan dan harus dijaga oleh pemerintah Indonesia, jangan sampai tidak dapat dijamin terkait dengan kepastian hukum.
Faktor kedua adalah kemudahan berinvestasi dan faktor ketiga adalah terkait risiko bisnis.
“Saya lihat risiko bisnis di Indonesia tidak dapat terukur yang paling besar adalah sisi hukum dan berikutnya adalah pajak,” imbuhnya.
"Dari paparan terkait investasi, harusnya jika Indonesia ingin dijadikan sebagai hub produksi utama ini bukan hal yang tidak mungkin, karena paling simple adalah ketika kita bicara Indonesia," ucap Fajar.
"Mereka bikin hub di sini tentunya pasarnya juga ada di sini, ia pun mengimbau perusahaan, agent dan lainnya untuk memberikan masukan kepada owner atau head quartersnya terkait dengan kondisi Indonesia dalam hal investasi," jelasnya.
“Karena pada intinya bisnis itu dalah intinya kepandaian kita untuk melihat sesuatu yang berbeda sedikit maka dari glitch tersebut nah itu namanya profit,” pungkas Fajar. (RO/OL-09)