Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pengampunan Pajak Jilid II Dibuat Daring

Fauzi Djamal
05/11/2021 10:02
Pengampunan Pajak Jilid II Dibuat Daring
Wajib pajak melihat tata cara pendaftaran E-filling atau penyampaian SPT Tahunan secara elektronik di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru.(ANTARA/Muhammad Adimaja)

PEMERINTAH akan menggulirkan program pengungkapan sukarela (PPS) mulai 1 Januari 2022 mendatang seiring telah ditandatanganinya Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) oleh Presiden Joko Widodo, 29 Oktober 2021.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan PPS merupakan bentuk pengampunan pajak model baru sebagai bentuk tindak lanjut program amnesti pajak yang dilakukan tahun 2016. 

"PPS lebih menyasar kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) bukan wajib pajak badan. Selain itu, tarif pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan lebih tinggi dibandingkan program tax amnesty, " ujarnya saat media gathering perpajakan di Denpasar, Bali. 

Baca juga: Krediturnya Banyak Banget, Garuda Disarankan Tempuh PKPU Untuk Bernegosiasi

Yon menambahkan, aturan teknis pelaksanaan PPS terus dikebut mengingatkan akan diterapkan mulai 1 Januari 2022. 

"Yang jelas, mekanisme pelaporan PPS tidak seperti amnesti pajak yang manual sehingga wajib pajak harus datang dan antre di kantor pajak sambil membawa berkas. Kami menyiapkan sistem pelaporan PPS secara online sehingga wajib pajak tidak perlu datang ke kantor pajak," katanya. 

Ada dua bentuk pengampunan pajak dalam PPS. Pertama, PPS hanya untuk wajib pajak pribadj maupun badan yang ikut amnesti pajak 2016-2017 namun belum mengungkapkan kewajiban perpajakannya pada saat itu. 

Tarif yang ditawarkan antara lain, PPh final 11% untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri. PPh final 8% untuk aset di luar negeri yang direpatriasikan ke dalam negeri dan aset dalam negeri dan PPh final 11% untuk aset luar negeri dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau energi terbarukan.

Kedua, PPS yang hanya ditujukan kepada wajib pajak pribadi atas aset perolehan tahun 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020. 

"Skema ini tidak diperkenankan bagi wajib pajak badan, " jelas Yon. 

Dalam skema kedua, tarif PPh final yang diberikan juga lebih tinggi dibandingkan skema pertama, yakni 18% untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri, 14% untuk aset di luar negeri yang direpatriasikan ke dalam negeri dan aset dalam negeri serta 11% untuk aset luar negeri dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN, kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya