Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Bulog Salah Kelola CPB, Peranya Dalam Rantai Pasok Beras Harus Dievaluasi

Fetry Wuryasti
21/10/2021 11:30
Bulog Salah Kelola CPB, Peranya Dalam Rantai Pasok Beras Harus Dievaluasi
Stok beras pemerintah di salah satu gudang Bulog.(dok.Ant)

PERAN Perum Bulog dalam rantai pasok beras perlu dievaluasi untuk meningkatkan efektivitasnya dalam menjaga stabilitas harga pangan Indonesia. Keterlibatan Bulog dalam rantai pasok beras dimulai di tingkat hulu hingga hilir sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 3 (2).

“Masalah muncul karena, di tingkat hulu, Bulog harus melakukan pengadaan beras dari petani. Tetapi kemudian Bulog mengalami kesulitan untuk mendistribusikan beras di pasar tingkat hilir. Tidak seperti pihak swasta, Bulog harus membeli beras dengan semua tingkat kualitas dan menyimpan stok penyangga sebagai cadangan nasional di gudangnya,” ungkap Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, Kamis (21/10).

Felippa menambahkan, ditugaskan untuk menjaga stok penyangga nasional tanpa kebijakan yang jelas bagaimana distribusinya di tingkat hilir memiliki dampak jangka panjang untuk pengelolaan Bulog.

Untuk menunjang penugasan ini, Bulog harus mengandalkan pinjaman komersial atau juga menggunakan anggaran pemerintah saat bersaing dengan pihak swasta dalam pengadaan beras.

Penugasan untuk menjaga stok nasional memunculkan biaya tambahan. Sementara kualitas beras menurun, dan pembayaran bunga pinjaman bank semakin bertambah.

Sudah terbukti bahwa pengaturan yang ada saat ini secara finansial tidak berkelanjutan untuk Bulog. Pada akhirnya, beban ada di pembayar pajak yang perlu menutup biaya distribusi beras.

“Mempertimbangkan kondisi tersebut, peran Bulog dalam rantai pasok beras perlu dipertimbangkan kembali. Bersaing dengan sektor swasta akan selalu membuat Bulog menjadi pihak yang merugi. Pihak swasta bisa menawarkan harga beras yang lebih tinggi kepada petani dan meminta kualitas beras yang lebih baik,” terang Felippa.

Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 Pasal 8 (poin c, d, dan e) juga perlu direvisi untuk membuka peluang bagi Bulog untuk fokus melindungi keluarga pra sejahtera melalui program bantuan bencana.

Prevalensi pelaku sektor swasta di rantai pasok beras Indonesia menyebabkan perubahan kegiatan rantai pasok dari Bulog ke sektor swasta dengan cepat dan tanpa penundaan.

Terkait menjaga kestabilan harga beras, CIPS merekomendasikan perlunya melonggarkan berbagai pembatasan impor. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong terciptanya persaingan dalam impor untuk memastikan importir dapat mengimpor saat harga beras global lebih murah.

Ketika harga beras Indonesia jauh di atas harga pasar dunia, dibutuhkan solusi praktis jangka pendek untuk membuat beras lebih terjangkau bagi konsumen Indonesia.

Pembatasan impor beras harus dilonggarkan dengan menghapuskan hambatan kuantitatif untuk impor beras Indonesia dan menghapus monopoli Bulog untuk mengimpor beras kualitas menengah seperti yang tertera di Permendag Nomor 103 Tahun 2015 pasal 9 (1.b).

“Walaupun impor merupakan solusi jangka pendek, CIPS juga memandang upaya untuk meningkatkan produktivitas beras di dalam negeri juga perlu dilakukan di saat yang bersamaan,” terang Felippa.

Agar impor secara efektif dapat membantu menurunkan harga beras domestik, lanjut Felippa, Kementerian Perdagangan perlu mengizinkan lebih banyak importir swasta untuk mendapatkan izin impor. Tentu saja pemberian izin dilakukan dengan memastikan persyaratan dan juga rekam jejak.

Bertambahnya jumlah importir akan menciptakan persaingan yang pada akhirnya akan memaksa mereka untuk membeli dan menjual beras impor dengan kualitas dan harga terbaik.

Hal tersebut membutuhkan reformasi kebijakan besar, seperti perlunya dihapuskan mekanisme penentuan impor pada rapat koordinasi antar kementerian.

Baru-baru ini Ombudsman menyampaikan 12 temuan terkait pengelolaan cadangan beras (CBP) oleh Bulog. Salah satu temuan tersebut menyebut tata kelola cadangan beras dilakukan dengan tidak efisien sehingga menimbulkan beban operasional yang tinggi untuk Bulog. Temuan lain juga menyebutkan beras Bulog cepat rusak karena hanya disimpan di dalam gudang biasa. (OL-13)

Baca Juga: Bulog Ditugaskan Beli Jagung Petani RI tapi Belum Dilakukan, ini Dalihnya



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya