KEBIJAKAN terkait PLTS atap dikhawatirkan hanya dinikmati segelintir konsumen dan belum menjadi solusi pemerataan akses energi di Tanah Air.
Hal itu ditekankan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Dia menyarankan agar implementasi revisi permen PLTS atap berfokus pada daerah dengan pasokan listrik yang tidak oversupply.
"Dengan revisi ekspor 1:1 akan menguntungkan sejengkal konsumen, yang saya sebut konsumen semu. Karena dia sebagai konsumen listrik (PLN), di sisi lain dia produksi listrik. Ini jadi konsumen, tapi ada hitung-hitungan transaksi," ujar Tulus, Selasa (31/8).
Baca juga: Pemakaian Energi Baru Terbarukan Harus Terus Ditingkatkan
Menurutnya, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) memang sebuah keniscayaan. Sebab, sudah dituangkan menjadi komitmen dalam RUPTL. Namun, implementasinya harus melalui perhitungan yang cermat.
Apalagi, saat ini PLN mengalami surplus cadangan listrik akibat kebijakan pemerintah terkait pembangkit 35.000 megawatt (MW), yang kurang memperhatikan serapan pasokan listrik. Tulus menilai dengan munculnya revisi permen PLTS atap, pasokan listrik PLN semakin tidak terserap.
Lebih lanjut, dia berpendapat jika pengembangan PLTS atap mendorong gaya hidup, sebaiknya mulai digaungkan di daerah dengan pasokan listrik yang tidak berlebih.
Baca juga: Menteri ESDM Pastikan Premium Dihapus Secara Bertahap
"Kalau sekarang yang dihantam di Jawa, daerah dengan surplus listrik. Ini juga sebelumnya buah kebijakan pemerintah mendorong proyek 35.000 MW, tapi enggak banyak menyerap," pungkas Tulus.
Berkaca dari hal tersebut, Tulus melihat kebijakan pemerintah cenderung tumpang tindih dan tidak holistik. "PLN milik negara (BUMN). Yang buat kebijakan juga pemerintah. Harusnya tidak ada kebijakan yang mematikan," tambahya.
Akan tetapi, YLKI tetap mengapresiasi langkah pemerintah yang menggencarkan kampanye pemanfaatan EBT melalui PLTS atap.(RO/OL-11)