Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
RENCANA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen terus dikritisi.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan Kementerian ESDM harus menimbang secara mata rencana mengubah aturan mengenai PLTS Atap kendati alasannya demi meningkatan kapasitas penggunaan PLTS Atap secara masif.
Dia khawatir aturan pengganti nanti jadi celah bagi pengusaha nakal untuk terjun ke sektor ketenagalistrikan melalui cara yang tidak tepat.
"Kami (Komisi VII) akan tanyakan dalam Raker dengan Menteri ESDM. Dari semua pihak yang terkait dengan PLTS Atap, yang terkait PLN akan menjadi pihak yang akan dirugikan. Sudah utangnya banyak, mesti membeli lagi listrik dari PLTS Atap yang mayoritas punya orang-orang kaya di perkotaan. Padahal pasokan listrik di kota kan oversupply," ujar Mulyanto saat diskusi dengan editor energi secara virtual, Rabu (18/8).
Menurut doktor teknik nuklir dari Jepang ini, jika pemerintah ingin mendorong energi baru dan terbarukan (EBT) dan menggerakkan minat masyarakat maka pemerintah harus memfasilitasi, seperti ada insentif atau regulasi yang mendukung. Rancangan permen ESDM soal PLTS Atap dinilai bagus untuk mendorong produksi listrik EBT. Namun bila yang menikmati regulasi ini pelanggan di wilayah Jawa-Bali-Sumatera yang surplus listrik, apalagi di perumahan mewah di kota besar, selain PLN akan semakin buntung juga melukai rasa keadilan.
“Surplus listrik makin bertambah, mesin argo TOP (take or pay) makin tinggi, plus PLN harus bayar tambahan selisih ekspor-impor listrik PLTS sebesar 35% tarif. Sekarang ini tarif ekspor-impor 1 banding 0.65,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut Mulyanto, dalam aturan tersebut ada batasan, misalnya, hanya berlaku di daerah minus listrik; dan diproduksi oleh lembaga sosial seperti pesantren, lembaga pendidikan, rumah sakit dan sejenisnya. “Bukan dari rumah mewah di kota yang surplus listrik lagi,” katanya.
Menurut Mulyanto, pengembangan PLTS Atap di wilayah yang surplus dinilai tidak ada urgensinya dan tidak tepat. Dia meminta pemerintah melihat secara objektif kewajaran produksi listrik di setiap tempat. Besaran itu ditentukan oleh kewajaran kebutuhan dimana listrik itu diproduksi. “Tentu besaran produksi listrik di perumahan berbeda dengan industri," tegas Mulyanto.
Hal ini, kata Mulyanto, perlu diatur agar tidak ada pengusaha yang membonceng Permen ini untuk kepentingan bisnisnya. Tidak sedikit ditemukan pengembang perumahan mewah menjadikan fasilitas PLTS Atap sebagai bahan jualannya. Para pengembang mengimingi-imingi calon pelangganya akan dapat subsidi listrik dari Pemerintah karena menggunakan PLTS Atap.
“Secara ekonomi kondisi ini tentu tidak adil. Masak Pemerintah memberi subsidi kepada masyarakat yang mampu. Sementara di wilayah terpencil lainnya masih ada masyarakat yang belum dapat menikmati listrik," katanya.
Anggota Komisi VI (BUMN) DPR dari Fraksi Partai Demokrat Herman Haeron mengatakan ke depan energi baru dan terbarukan (EBT) harus menjadi sumber energi bagi masyarakat. Dia mengakui investasi di EBT mahal, “Karena itu, dalam mencapai target bauran energi, pemerintah harus ambil bagian apakah melalui APBN atau BUMN,” katanya.
Terkait draf revisi Permen ESDM soal PLTS Atap, Herman menilai, sepanjang belum ada UU-nya bisa menjadi aturan pelaksanaan penggunaan energi berbasis PLTS Atap. Jika regulasi itu berdampak negatif bagi BUMN, kembali lagi kepada pemerintah. “Jika ada penugasan yang berpotensi merugikan BUMN, harus disertai dengan adanya kompensasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan 70 MWp PLTS Atap akan terpasang pada akhir tahun ini. Pemerintah mendorong pemanfaatan PLTS Atap yang lebih luas lagi dengan menerbitkan aturan yang ramah bagi pengguna teknologi itu.
Saat ini, tengah disusun Rancangan Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. Regulasi tersebut merupakan perluasan dari Permen ESDM No.49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero) jo. Permen ESDM No. 13/2019 jo. Permen ESDM No. 16/2019.
"Dengan disusunnya Rancangan Permen ESDM terkait PLTS Atap, diharapkan pemanfaatan PLTS Atap akan semakin meningkat. Salah satu yang diatur dalam Permen ini adalah memperluas pengguna PLTS Atap dan meningkatkan nilai keekonomian PLTS Atap," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Regulasi itu disebut akan melibatkan peran masyarakat dalam penggunaan energi baru terbarukan (EBT) melalui PLTS Atap, mencapai target kapasitas PLTS Atap dengan memperhatikan sistem ketenagalistrikan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau IUPTLU, menjaga kestabilan sistem ketenagalistrikan dan lainnya. (RO/E-1)
KETUA DPR Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak pernah ditutupi.
PBHI Sebut DPR Sering Absen dan tak Serius Ikuti Sidang Gugatan UU TNI di MK
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai pencegahan terhadap saksi termasuk tindakan upaya paksa. Bahkan, tidak semestinya diberlakukan kepada seseorang yang belum menjadi tersangka.
Surat usulan pemakzulan terhadap Gibran telah dikirimkan Forum Purnawirawan TNI kepada MPR/DPR RI sejak bulan lalu.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Ketua Komisi II DPR itu mengatakan saat ini DPR juga belum menentukan sikap resmi. Soal putusan MK masih jadi topik diskusi antarfraksi.
PT Perkebunan Nusantara III, bersama Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), mengambil langkah strategis dalam transisi energi melalui pengembangan PLTS.
PT Medco Energi Internasional Tbk, melalui anak usahanya PT Medco Power Indonesia (Medco Power), memulai operasi komersial PLTS berkapasitas 25 di Bali Timur.
PT Timah Tbk melalui anak usahanya, PT Timah Industri, meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Rooftop berkapasitas 303,1 kilowatt peak (kWp) di kawasan industri Cilegon.
PT Blasfolie Internasional Indonesia, salah satu perusahaan kemasan plastik di Indonesia yang berdiri pada 2015, meresmikan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Percepatan pemanfaatan PLTS Atap khususnya di bangunan pemerintah, fasilitas publik, dan sektor bisnis, di Bali, merupakan satu dari tiga arah kebijakan untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi.
Kerja sama ini bersifat eksklusif dan mencakup pengembangan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk kawasan industri yang pasokan listriknya berada dalam cakupan layanan PT Bekasi Power.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved