Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Masalah Fundamental di Balik Pergerakan Harga Saham ABM Investama

Fetry Wuryasti
07/8/2021 19:26
Masalah Fundamental di Balik Pergerakan Harga Saham ABM Investama
Pekerja melintas dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta(Antara/Galih Pradipta)

HARGA  saham sektor tambang kembali menjadi perhatian sejak harga komoditas naik lagi akhir-akhir ini, termasuk saham PT ABM Investama Tbk (ABMM) yang sempat melambung jauh pada 14 dan 15 Juli lalu, sebelum akhirnya rontok perlahan hingga awal Agustus. 

Sebelumnya pada Selasa (13/7), harga saham ABMM berada pada level Rp805 per saham. Kemudian harga menyentuh rejection batas atas (ARA Bursa EFek Indonesia (BEI) di hari Rabu (14/7) pada level 1.005 (+24,8%) dan kembali terjadi di Kamis (15/7) pada level 1.255 (+24,87%). Penguatan berlanjut hingga Jumat (16/7) pada level 1.325 (+5,58%).

Setelah itu, harga saham langsung terseok pada level 1.265 per saham (-4,53%) di hari Senin (19/7), menjadi 1.180 per saham (-6,72%) di Rabu (21/7), dan kini di level 1.130 per saham di Jumat (6/8).

Fluktuasi harga saham ABMM tiba-tiba dalam rentang yang besar itu memantik banyak tanya yang menguak spekulasi mengenai kondisi fundamental emiten tambang ini, termasuk praktik bisnis anak usahanya yang bermitra dengan pihak lain seperti PT Reswara Minergi Hartama yang mengendalikan tambang batu bara di Aceh.

Ekonom sekaligus praktisi pasar modal, Lucky Bayu Purnomo, menilai  untuk jangka pendek dan menengah, saham sektor tambang seperti ABMM masih cukup menarik karena dipompa oleh euforia kenaikan harga batu bara.

Namun kondisi fundamental perusahaan seperti tercermin dari koreksi pemeringkatan oleh Moody's harus dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang.

"Apabila kita memiliki orientasi untuk berinvestasi jangka panjang, memang ABMM tidak disarankan. Karena ada pertimbangan pemeringkatan yang berorientasi jangka panjang," kata Lucky Bayu, Jumat (6/8).

Tetapi untuk investasi jangka pendek dan menengah saham ABMM masih cukup menarik karena harga komoditas tetap menjadi pendorong bagi perusahaan.

Salah satu penyumbang terbesar pendapatan emiten ABMM, yaitu tambang batu bara di Aceh Barat yang dikelola oleh anak usahanya Reswara Minergi Hartama bersama mitranya. Namun pengelolaan tambang ini menyisakan persoalan karena mitranya tidak mau menandatangani laporan keuangan usaha bersama yang dibentuk karena ada dugaan praktik bisnis dan transaksi yang merugikan mitranya, tetapi menguntungkan pihak perushaaan dan induknya yakni ABMM.

Menurut Lucky, persoalan seperti ini seharusnya dibuka kepada publik, dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan dan BEI sebagai penyelenggara mekanisme transaksi. Sebab ABMM sebagai terbuka terikat kewajiban keterbukaan informasi pasar modal, termasuk informasi terkait lingkungan usaha, seperti anak usaha dan mitranya.

"Secara utuh seharusnya memang dilaporkan. Karena pada saat proses pelaporan keuangan seperti annual report, yang menerangkan bagaimana susunan perusahaan, postur usaha, bentuk usaha yang ada dalam laporan tahunan. Laporan tahunan itu juga harus dijelaskan dari mana kontributor pendapatan usaha. Untuk itu ini menjadi suatu hal yang lumrah untuk diketahui oleh otoritas dan publik," kata Lucky.

Tambang batu bara di Aceh berkontribusi besar terhadap pendapatan ABMM. Tahun 2020, tercatat kontribusinya sebesar 73% dari total produksi batu bara ABMM sebesar 12,56 juta ton. Sedangkan 27% sisanya berasal dari tambang di Kalimantan Selatan. (Try/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya