Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PADA perdagangan Selasa (22/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,53% di level 6.087,84. Bahkan, sempat naik 2,04% menyentuh level 6.118,86. Hal ini terjadi setelah sekian hari IHSG terseok-seok hingga di level 5900-an.
Kendati demikian, perdagangan hari ini menunjukan terjadi penjualan asing sebesar Rp472,48 miliar dan beli bersih domestik sekitar Rp 500miliar. Rata-rata nilai transaksi harian bursa tercatat sebesar Rp12,03 triliun
Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe menilai penguatan IHSG mencerminkan optimisme pasar terhadap kondisi ekonomi dalam enam bulan ke depan. Koreksi IHSG yang terjadi selama empat hari terakhir, lanjut dia, merupakan bentuk kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi lockdown atau PSBB ketat di Jakarta, seperti tahun lalu.
Baca juga: Tidak Ada Lockdown, Rupiah Bergerak Menguat
"Investor yakin dalam enam bulan mendatang ekonomi Indonesia akan tumbuh, maka cenderung membeli saham. Penurunan indeks kemarin bukan karena kasus covid-19, yang dikhawatirkan pelaku pasar itu lockdown. Karena bila sampai terjadi, ekonomi akan ambruk," papar Kiswoyo, Selasa (22/6).
Menurutnya, ekonomi Indonesia tengah berada dalam jalan menuju pemulihan. Tecermin dari lalu lintas pesawat di Indonesia sudah 60% dan mobilitas darat pun terlihat kembali padat. Ini merupakan sinyal ekonomi Indonesia mulai berjalan.
Ketika mengetahui tidak ada lockdown, kecemasan pasar dikatakannya mereda. Investor mulai mencerna bahwa ekonomi nasional tetap berjalan berdampingan dengan penanganan pandemi covid-19.
Baca juga: KSP: PPKM Mikro Opsi Terbaik, Bukan Lockdown
"Pemerintah menegaskan tidak ada lockdown. Presiden meminta pemerintah daerah untuk seimbangkan antara ekonomi dan pandemi. Itu kata kunci yang jelas bahwa ekonomi jangan dikorbankan. Apabila nanti ada koreksi, IHSG masih koreksi sehat," pungkas Kiswoyo.
Direktur Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi juga melihat apabila dilakukan pembatasan ketat (lockdown), pemerintah harus menghitung ulang estimasi biaya yang dibutuhkan. Di DKI Jakarta misalnya, biaya untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Ibu Kota saat lockdown bisa mencapai Rp550 miliar per hari. Jika lockdown selama satu bulan, pemerintah harus menyiapkan anggaran Rp16,5 triliun.
"Sedangkan Pulau Jawa hampir semua zona merah. Berapa besar nominal dana yang harus dianggarkan pemerintah. Apalagi utang pemerintah saat ini sudah cukup besar, yaitu di atas Rp6.000 triliun. Ini menjadi persoalan utama mengapa pemerintah tidak melakukan lockdown," tutur Ibrahim.(OL-11)
Presiden Prabowo Subianto menyoroti maraknya perilaku masyarakat yang merasa paling tahu segalanya, terutama soal isu-isu politik dan pemerintahan.
Adi mengatakan berdasarkan survei Litbang Kompas, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo cukup tinggi.
Kafe-kafe kembali ramai, dan para pembeli memadati pasar yang telah dibuka kembali.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai posisi PDIP tidak cukup kuat bersuara di parlemen karena kalah dari sisi jumlah.
PDI Perjuangan dikenal memiliki rekam jejak baik saat berada di luar pemerintahan selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Mereka mengumpulkan semua elemen masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap adanya pemerintahan baru yang akan memimpin Kota Depok lima tahun ke depan.
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved