Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2021 terjadi inflasi sebesar 0,32% atau naik dari April 2021 yang hanya 0,13%. Angka inflasi itu didapat dari hasil pemantauan di 90 kota Indeks Harga Konsumen yang 78 di antaranya mengalami inflasi dan 12 kota lain mengalami deflasi.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengungkapkan, secara umum inflasi yang terjadi pada Mei 2021 karena ada kenaikan permintaan di masa Ramadan dan Hari Raya Idulfitri. "Inflasi di Mei 2021 terjadi sebesar 0,32%. Kenaikan permintaan terasa sekali pada Mei, terutama komoditas makanan, kebutuhan puasa dan hari raya," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (2/6).
Dia menuturkan bila dilihat berdasarkan tahun kalender, posisi inflasi berada di angka 0,90%. Bila dilihat inflasi tahun ke tahun (year on year), terjadi inflasi sebesar 1,68%. Beberapa komoditas menyebabkan terjadinya inflasi, salah satu yang memberi andil terbesar ialah daging ayam ras sebesar 0,04% diikuti dengan tarif angkutan udara dan ikan segar.
Data BPS menunjukkan, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau memberi andil paling besar pada tingkat inflasi Mei 2021 sebesar 0,10%. Sedangkan inflasi pada kelompok pengeluaran itu tercatat sebesar 0,38%.
"Kalau dirinci, makanan ini andilnya 0,09%, rokok dan tembakau 0,01%, minuman baik alkohol dan nonalkohol andilnya sangat kecil sekali," terang Setianto.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi terbesar kedua ialah transportasi. Dalam laporan BPS tercatat andil kelompok pengeluaran itu pada tingkat inflasi Mei 2021 sebesar 0,08%. Sedangkan inflasi yang terjadi pada kelompok pengeluaran transportasi tercatat sebesar 0,71%.
"Untuk transportasi, andil terbesar dari jasa angkutan penumpang dengan 0,07%. Sementara inflasinya 2,74%. Kemudian untuk pengoperasian peralatan transportasi andilnya 0,02% dan inflasinya 0,23%," jelas Setianto.
Sedangkan berdasarkan komponen pembentuk inflasi, pada Mei 2021 tercatat inflasi inti sebesar 0,24% dengan andil pada tingkat inflasi sebesar 0,16%. Inflasi inti naik bila dibandingkan dengan posisi April 2021 yang hanya 0,14%.
Kendati mengalami kenaikan, angka inflasi inti pada Mei 2021 belum bisa disimpulkan sebagai pulihnya daya beli masyarakat. Menurut Setianto, kenaikan inflasi inti pada Mei 2021 terjadi lantaran pengaruh musiman yakni momen puasa dan Lebaran. Belum lagi di saat yang sama sebagian masyarakat juga mendapatkan pendapatan tambahan berupa Tunjangan Hari Raya (THR).
"Ini karena faktor musiman Ramadan dan Lebaran. Secara pola memang di inflasi Mei lebih dominan. Kami belum bisa menyimpulkan (pemulihan daya beli masyarakat), mengingat pada Mei ini sebagian masyarakat juga mendapatkan pendapatan musiman, ada donasi, lalu ada sedekah, pembayaran zakat, dan sebagainya. Jadi kami belum bisa menyimpulkan. Kita lihat di bulan-bulan ke depan, apakah terjadi pemulihan atau tidak," jelasnya.
Selain itu pada komponen harga diatur pemerintah (administered price) tercatat mengalami inflasi 0,48% dan memberi andil 0,09% pada tingkat inflasi Mei 2021. Itu terjadi lantaran ada inflasi pada tarif angkutan udara, tarif angkutan antarkota, tarif parkir, dan tarif kereta api.
Lalu pada komponen harga bergejolak (volatile price), BPS mencatat inflasi sebesar 0,39% dan memberikan andil pada tingkat inflasi Mei 2021 sebesar 0,07%. Hal itu terjadi karena ada kenaikan permintaan daging ayam ras, ikan segar, jeruk, minyak goreng, dan daging sapi. (OL-14)
Pada pertengahan Juni 2025, harga beras di beberapa pasar tradisional Kabupaten Deli Serdang naik hingga 3,4% dibanding bulan sebelumnya.
Reorientasi belanja daerah sebagai bantalan fiskal yang tangguh dapat menjadi strategi lain guna mengendalikan inflasi daerah.
BANK Indonesia(BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di angka 5,50%. Keputusan itu diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025
LEMBAGA Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga acuan, BI Rate
Gigih mengatakan merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei silam, perekonomian Jatim pada Triwulan I-2025 tumbuh sebesar 5,00%.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai inflasi yang rendah hingga terjadinya deflasi berulang merupakan indikasi negatif bagi perekonomian Indonesia.
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah akan merevisi data angka kemiskinan nasional.
AWAL April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan pada tahun 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.
BANK Dunia resmi mengubah standar garis kemiskinan global dengan meninggalkan purchasing power parity (PPP) 2017 dan saat ini menggunakan PPP 2021.
DINAMIKA geopolitik global mewarnai beragam pemberitaan media arus utama atau media sosial kita.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di April 2025 yang mengalami inflasi 1,17%.
Neraca perdagangan Indonesia pada April tercatat surplus sebesar US$160 juta. Kendati surplus, angka ini turun drastis dibandingkan capaian pada Maret 2025 yang mencapai US$4,33 miliar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved