Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

GCG Masih Jadi Pekerjaan Rumah yang Mesti Dibenahi

M Ilham Ramadhan
28/5/2021 08:40
GCG Masih Jadi Pekerjaan Rumah yang Mesti Dibenahi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto(Antara/Sigid Kurniawan)

PANDEMI covid-19 menjadi alarm dunia bisnis tentang pentingnya keberlangsungan usaha dan penerapan tata kelola yang baik. 

Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari siaran pers, Jumat (28/5).

"Kita juga melihat pentingnya kecepatan perusahaan merespon terjadinya hal-hal yang sebelumnya tak terduga. Semuanya menekankan kembali kebutuhan terhadap tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) sebagai pondasi utama pengambilan keputusan yang lebih baik," ujarnya

Sejauh ini, GCG masih menjadi salah satu kelemahan yang dimiliki sebagian besar perusahaan di Indonesia. Padahal salah satu sebab terjadinya krisis dua dekade silam karena buruknya tata kelola perusahaan.

Baca juga: Perusahaan di Depok Wajib Tes Antigen Karyawan Mereka

Buruknya tata kelola itu berupa kualitas investasi yang buruk, diversifikasi usaha yang sangat luas, jumlah pinjaman jangka pendek tak lindung nilai yang sangat banyak, lemahnya peran direksi dan komisaris, sistem audit yang buruk, kurangnya transparansi, serta penegakan hukum yang lemah.

Untuk mengatasi hal itu, sejatinya pemerintah telah membentuk Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKG) pada 1999. Lembaga ini pada awalnya membangun kesadaran pentingnya tata kelola perusahaan melalui seminar dan pelatihan serta penyusunan beberapa pedoman tata kelola.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerbitkan Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia pada awal 2014. Pedoman ini terutama ditujukan untuk emiten dan perusahaan publik.

"Upaya reformasi tata kelola ini selanjutnya mendorong timbulnya inisiatif lain dari berbagai lembaga seperti penerbitan indeks persepsi tata kelola setiap tahun, serta pemberian penghargaan kepada perusahaan yang telah menerapkan tata kelola dengan baik,” jelas Airlangga.

Baca juga: Sektor Swasta Ikut Bantu Pencegahan Stunting di Indonesia

Pada level regional, kesadaran reformasi tata kelola juga terjadi kolektif di wilayah ASEAN. ASEAN Capital Market Forum memperkenalkan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) pada 2011 yang dikembangkan dari prinsip-prinsip The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 

Scorecard tersebut diharapkan dapat meningkatkan standar tata kelola perusahaan dari perusahaan terbuka di negara-negara ASEAN dan meningkatkan visibilitas mereka kepada investor.

Pada 2019, sepuluh perusahaan tercatat di Indonesia masuk dalam kategori ASEAN Asset Class berdasarkan ACGS. Hal itu, kata Airlangga, menjadi prestasi dan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Jumlah perusahaan tercatat yang masuk dalam ACGS setiap tahun juga mengalami peningkatan, yang artinya sudah banyak perusahaan tercatat di indonesia yang memiliki tata kelola yang baik.

Pada 2012, rata-rata total skor perusahaan di Indonesia baru mencapai 43,29 dan terus meningkat hingga mencapai 70,8 di 2019. 
"Meski terus terjadi peningkatan setiap tahun dalam pencapaian ACGS ini, masih ada potensi perbaikan skor negara kita, karena melihat secara umum bahwa kita masih tidak lebih tinggi dari negara lain yang berpartisipasi di ACGS kecuali Vietnam," ujar Airlangga.

Oleh karena itu, dia berharap perusahan-perusahan yang melantai di bursa untuk berpartisipasi penuh dalam menerapkan praktik tata kelola yang baik. Perusahaan Indonesia yang telah tercatat ASEAN Asset Class tersebut dapat dijadikan contoh dan motivasi. Ke depan, diharapkan skor rata-rata Indonesia dalam ACGS bisa meningkat, sehingga mendatangkan lebih banyak lagi investasi ke negara ini.

"Pandemi ini telah mengingatkan kita bahwa kesehatan hanyalah salah satu dari 17 Sustainable Development Goals (SDGs) PBB yang harus menjadi bagian dari keberlanjutan bisnis, baik di sektor publik maupun swasta. Dalam kaitannya dengan GCG, kita perlu mengubah prioritas dan mulai mengidentifikasi risiko lain yang menjadi bagian dari SDGs seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, bencana alam, dan bencana lingkungan akibat ulah manusia," terang Airlangga.(E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya