Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Tantangan Perlindungan Konsumen di Era Digital Kian Pelik

M. Ilham Ramadhan Avisena
27/5/2021 14:39
Tantangan Perlindungan Konsumen di Era Digital Kian Pelik
Seorang petugas menyortir barang pesanan konsumen di Warehouse Lazada, Depok, Jawa Barat, Kamis (17/12).(ANTARA FOTO/ Wahyu Putro A )

KETUA Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim mengatakan, tantangan perlindungan konsumen di era perkembangan teknologi kian pelik. Berbagai kebaruan yang dihadirkan dan dimanfaatkan konsumen menurutnya sulit untuk diprediksi dan dicerna oleh regulasi.

"Karena perubahan begitu cepat. Landkap bisnis berubah, proses bisnis berubah. Maka definisi lama mengenai perlindungan konsumen itu bergeser, termasuk pelanggaran perlindungan konsumen," ujarnya dalam perayaan HUT Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) secara virtual, Kamis (27/5).

Baca juga: Usai Gerhana Bulan Banjir Rob Landa Kampung Wuring

"Saya memahami ada yang namanya kedaulatan konsumen, dan itu bisa dicapai bila sektor publik, sektor swasta, dan sektor ketiga seperti lembaga-lembaga masyarakat itu memiliki tempat secara proporsional," sambungnya.

Tantangan persoalan konsumen saat ini dihadapkan oleh digitalisasi. Rizal bilang, untuk mengokohkan kedaulatan perlindungan konsumen, maka perlu ada pemecahan masalah yang hanya bisa dilakukan dengan melibatkan tiga sektor itu.

Dalam hal itu BPKN memainkan peran untuk merekatkan hubungan antara tiga sektor tersebut. Terbukanya ruang komunikasi antara pihak terkait menjadi kunci penemuan solusi, bukan sebaliknya.

Rizal juga tidak sepakat bila menjamurnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) di Indonesia merupakan ajang untuk saling sikut. Justru, kata dia, banyaknya LPKSM di Tanah Air menunjukkan partisipasi aktif masyarakat soal perlindungan konsumen.

Dari catatan BPKN, setidaknya ada sekitar 800 LPKSM yang tersebar di Indonesia, 500 di antaranya berstatus tidak aktif dan menyisakan sekitar 300 LPKSM. Hal itu disayangkan, tapi Rizal menilai itu indikator kuat masyarakat sadar soal perlindungan konsumen.

"Itu addalah indikator kesadaran masyarakat yang tinggi. Itu semangat dari tumbuh-kembangnya LPKSM. Karena ada hal yang tidak bisa terselesaikan oleh private sector, public sector, maupun sektor ketiga," jelasnya.

"Kalau saya meninginkan agar budaya partisipasi pada kontrol situasi pasar itu membaik. Kehadiran LPKSM itu agar program pemerintah terakselerasi dengan baik. Bukan mereduksi," pungkasnya. (OL-6)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya