Fraksi PKS Keberatan Pengelolaan Tranmisi Listrik oleh Swasta

Sri Utami
18/3/2021 14:56
Fraksi PKS Keberatan Pengelolaan Tranmisi Listrik oleh Swasta
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto.(Ist/DPR)

ANGGOTA Komisi VII DPR Mulyanto menegaskan PKS keberatan dengan rencana pemerintah menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta.

Apalagi kerja sama tersebut, tegas Mulyanto, dilakukan dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer (BOOT) sehingga kelak setelah proyek terwujud, pengelola jaringan transmisi listrik akan diserahkan ke pihak swasta. Transfer kepada PLN dilakukan setelah umur proyek selesai.

"Sekarang meski sebagian transmisi listrik dibangun oleh swasta, namun tetap pihak PLN yang mengoperasikan jaringan. Kelak dengan model BOOT, maka praktis setelah siap, maka pihak swasta yang mengoperasikan jaringan listrik," ujarnya, Kamis (18/3).

Sisi distribusi dan transmisi listrik tersebut, kaat Mulyanto, memiliki tingkat monopoli mendekati 100%. Karena itu semakin ke hilir tingkat kestrategisannya pun semakin tinggi. Tingkat kestrategisan sisi transmisi melebihi sisi pembangkit. Kalau sisi pembangkitan listrik terpisah antara satu dengan yang lain.

“Sementara sisi transmisi, apalagi yang on grid adalah sistem tunggal yang terintegrasi. Karenanya tak heran pada saat “kasus sengon” terjadi black out secara meluas se-Jawa-Bali," imbuhnya.

Mulyanto menambahkan penyerahan pengoperasian jaringan listrik kepada pihak swasta ini ditengarai melanggar UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang mengatur integrasi vertikal (bundling) pengusahaan ketenagalistrikan oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini PLN (sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan).

Listrik dikategorikan sebagai cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai oleh Negara, sesuai dengan amanat UUD tahun 1945 Pasal 33 ayat 2 yang wajib dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Menyerahkan pengoperasian aspek transmisi listrik kepada pihak swasta secara langsung membuat pengusahaan listrik menjadi bersifat tidak terintegrasi dalam suatu badan usaha (unbundling)," jelasnya.

"Ini bertentangan dengan Keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) tahun 2016, khususnya terkait pasal 10 ayat (2) dan pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan," tegas Mulyanto.

Sebelumnya MK memutuskan pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, secara bersyarat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan tersebut menjadi dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara. (Sru/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya