Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SENIOR Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Donna Gultom mengingatkan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang telah ditandatangani beberapa waktu yang lalu memberi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun pada saat yang bersamaan juga bisa meningkatkan defisit perdagangan Indonesia dengan negara anggota RCEP lainnya.
"Untuk itu, Indonesia perlu menyiapkan strategi berupa structural/policy adjustment untuk menggalakkan berkembangnya industri manufaktur, yang tidak hanya memasok kebutuhan pasar domestik tetapi lebih luas lagi yaitu pasar negara-negara anggota RCEP dan non- RCEP," kata Donna melalui rilis yang diterima, Kamis (26/11).
Menurut Donna, fakta bahwa sebanyak 6.050 pos tarif (barang dagang) Indonesia memiliki keterkaitan kuat dalam hal ekspor dan impor dari dan ke kawasan RCEP, merupakan kekuatan penting untuk Indonesia melangkah lebih maju lagi dalam memanfaatkan regional value chains (RVC) atau rantai nilai regional kawasan.
Berbagai kajian telah dilakukan untuk memperkirakan dampak RCEP bagi Indonesia. Pada 2016, saat RCEP masih dalam proses perundingan, kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, mengindikasikan bahwa meski RCEP mampu meningkatkan kesejahteraan Indonesia sebesar US$1,52 miliar atau Rp21,43 triliun (kurs 14.100), konsekuensinya adalah terjadinya peningkatan defisit perdagangan sebesar US$491,46 juta atau Rp6,93 triliun.
Lebih lanjut, kata Donna, kajian yang dilakukan pada 2019 oleh Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa dampak RCEP bagi perekonomian (pertumbuhan ekonomi) Indonesia tidak terlalu signifikan (0,05%).
Namun jika Indonesia tidak bergabung, dampaknya juga tidak baik karena justru negatif (-0,07%) bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kajian yang dilakukan oleh Ekonom UNCTAD Rashmi Banga (menggunakan SMART Simulations in World Integrated Trade Solutions by World Bank and UNCTAD model), menunjukkan bahwa dampak RCEP tidak signifikan bagi ASEAN. Tambahan manfaat bagi negara anggota ASEAN hanyalah dari pemanfaatan RVC yang tentu akan terhubung dengan global value chains (GVC).
"Tantangannya adalah bagaimana negara-negara ASEAN mampu membangun produsen dan eksportir yang efisien yang dapat mengimbangi efisiensi yang dimiliki oleh Tiongkok," kata Donna.
Kajian terbaru yang dilakukan oleh Peneliti CIPS Ira Aprilianti (menggunakan a stochastic gravity model) menunjukkan bahwa RCEP mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,67%, serta berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia sebesar 7,2%, yang dihasilkan dari spill-over effect dari free trade agreement (FTA) yang dimiliki anggota RCEP dengan negara non-RCEP.
Kajian ini juga menunjukkan bahwa dalam lima tahun setelah implementasi, akan terjadi peningkatan investasi sebesar 18%–22% serta peningkatan ekspor bisa mencapai 8%-11% melalui perluasan peran Indonesia dalam global supply chain.
"Isu trade deficit memang selalu menghantui Indonesia karena ada anggapan kalau nilai impor meningkat berarti industri dalam negeri terancam dan tidak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal meningkatnya impor tidak selalu berarti buruk bagi perekonomian suatu negara," kata Ira.
Apabila impor dilakukan untuk mendorong produktivitas industri dalam rangka peningkatan nilai tambah di dalam negeri, itu dipastikan akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Karena itu, strategi Indonesia ke depan adalah memastikan impor menghasilkan nilai tambah melalui industri yang berkembang di Indonesia.
"Termasuk mendorong berkembangnya industri yang akan memasok produk antara (intermediate goods) yang pasti akan diserap industri manufaktur lanjutannya, baik di dalam maupun di luar negeri (ekspor). Strategi seperti ini diharapkan akan mendorong Indonesia semakin memasuki pasar regional (RVC) RCEP dan pasar global (GVC)," jelas Ira. (E-2)
Neraca perdagangan Indonesia pada April tercatat surplus sebesar US$160 juta. Kendati surplus, angka ini turun drastis dibandingkan capaian pada Maret 2025 yang mencapai US$4,33 miliar.
Surplus neraca perdagangan Indonesia masih mencatat angka besar, namun sejumlah risiko mulai mengintai kelanjutannya. Pada Maret 2025, surplus dagang Indonesia mencapai US$4,33 miliar.
Kebijakan tarif impor AS itu akan mengganggu neraca pembayaran Indonesia, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi. Ini mengingat AS adalah mitra dagang utama Indonesia.
EKONOM Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang menuturkan penurunan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 dibandingkan Januari lebih disebabkan oleh peningkatan impor.
NERACA perdagangan Indonesia masih resilien di tengah pelemahan ekonomi global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ssebesar US$3,45 miliar atau senilai Rp55,81 triliun pada Januari 2025.
Bergabungnya Indonesia menjadi anggota penuh BRICS adalah Indonesia bisa membuka akses market ke pasar global dan potensi meningkatkan kualitas neraca dagang luar negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved