Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Pelonggaran PSBB Beri Dampak Jangka Pendek pada Perekonomian

M. Ilham Ramadhan Avisena
13/10/2020 16:12
 Pelonggaran PSBB Beri Dampak Jangka Pendek pada Perekonomian
Warga berfoto di JPO tanpa atap kawasan Sudirman, Jakarta, Minggu (11/10). Pemprov DKI Jakarta kembali terapkan PSBB transisi 12-25 Oktober.(MI/ANDRI WIDIAYANTO)

EKONOM senior sekaligus mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri berpendapat, dampak pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada perekonomian hanya bersifat jangka pendek.

“Ekonomi kita benar rebound, tapi dia short lived (jangka pendek/sementara). Jadi mungkin pemulihan ekonomi tidak bisa dalam bentuk V. kemungkinannya adalah berbentuk L, U, W, atau dia turun kemudian naik tapi lambat,” kata dia dalam Bincang APBN 2021 secara virtual, Selasa (13/10).

Perbaikan jangka pendek yang dimaksudkan olehnya dapat terlihat dari salah satu indikator ekonomi nasional. Misal, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sempat turun ke titik terendah pada April di level 27,5 dan merangkak naik di Agustus menjadi 50,8.

Posisi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus itu, kata Chatib, kembali mengalami penurunan di September ke level 47,2. Itu menunjukkan dampak dari pelonggaran PSBB bersifat sementara. “Data PMI, Agustus itu naik dan menandakan eskpansi produksi mulai terjadi. Tapi September drop lagi, mungkin alasannya karena PSBB,” jelas dia.

Setidaknya, Chatib memaparkan terdapat empat alasan utama perbaikan aktivitas ekonomi itu bersifat sementara. Pertama, ialah daya beli masyarakat yang cenderung turun dan melemah karena terdampak pandemi covid-19.

Kedua, adanya perubahan perilaku konsumen. Ini ditandai dengan perilaku kelas menengah atas yang memilih untuk menahan konsumsinya dan mengalihkan uangnya ke bank untuk disimpan. Ketiga, beralihnya pola konsumsi dari tatap muka ke daring. “Perubahan ini umum terjadi di kota besar, mereka memilih tidak keluar rumah dan belanja secara online,” terang Chatib.

Keempat, ialah adanya aturan pembatasan aktivitas sosial ekonomi yang masih diterapkan di beberapa daerah di Indonesia. Aktivitas yang terbatas itu, cenderung membuat pergerakkan ekonomi ikut tertahan dan berdampak pada kinerja ekonomi.

Baca juga: Gubernur BI Yakin Perbaikan Ekonomi Global Terus Berlanjut

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, pembatasan aktivitas sosial amat memengaruhi kinerja sektor-sektor perekonomian seperti hotel dan restoran. Di restoran misalnya, pembatasan jumlah pengunjung dan mengharuskan konsumen untuk tidak makan di tempat berpengaruh pada kinerja bisnis restoran tersebut.

Sebab, break-even point (BEP/titik impas) yang merupakan kondisi jumlah pengeluaran yang diperlukan untuk biaya produksi sama dengan jumlah pendapatan yang diterima dari hasil penjualan. Akibatnya, perusahaan tidak mengalami laba maupun rugi.

“Jadi kalau ada PSBB terus, hanya mengandalkan take away dan ini berkepanjangan, mereka akan berpikir lebih baik tutup. Karena BEP mereka di kisaran 66%. Ini perlu menjadi concern,” pungkas Andry. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya