Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Waspadai Perlemahan Daya Beli Masyarakat

M Ilham RA
02/10/2020 06:00
Waspadai Perlemahan Daya Beli Masyarakat
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan telah terjadi deflasi sebesar 0,05 persen di September 2020.(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

BADAN Pusat Statistik (BPS) merilis deflasi yang untuk pertama kalinya terjadi dalam tiga bulan berturut-turut sejak periode Maret-September 1999.

Dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin, Kepala BPS Suhariyanto mengingatkan situasi seperti itu harus menjadi perhatian khusus karena merupakan tanda-tanda dari perlemahan daya beli masyarakat.

“Sebelumnya, deflasi berturut-turut terjadi pada 1999, mulai Maret hingga September,” kata Suhariyanto.

Deflasi di 1999 itu, sambungnya, terjadi selama tujuh bulan seiring dengan adanya pemulihan ekonomi setelah Indonesia dihantam oleh krisis finansial 1998.

Namun deflasi tiga bulan berturut-turut kali ini terjadi lantaran adanya penurunan harga berbagai komoditas di tiap wilayah Tanah Air.

Dalam catatannya, deflasi pada September 2020 di level 0,05%, Agustus 0,05%, dan Juli 0,1%. Kondisi itu menjadi pertanda menurunnya daya beli masyarakat.

Apalagi, lanjut Suhariyanto, inflasi inti saat ini tercatat 1,86% atau menurun sejak April 2020. Padahal dalam periode tersebut ada momen perayaan Lebaran yang biasanya menyumbang inflasi tinggi.

“Yang perlu diwaspadai adalah inflasi inti yang turun sejak Maret. Inflasi inti rendah itu telah menunjukkan daya beli masih sangat-sangat lemah. Deflasi juga perlu diwaspadai karena sudah tiga bulan berturut-turut, artinya triwulan tiga ini daya beli rendah,” katanya.

Lesunya permintaan dari masyarakat tersebut terjadi karena pemerintah masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sehingga  membatasi kegiatan maupun aktivitas ekonomi.

Permintaan rendah

Di kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyatakan deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut merupakan sinyal ekonomi Indonesia yang belum pulih karena permintaan masih rendah.

“Inflasi akan rendah dan dalam konteks ini tiga bulan berturut-turut deflasi kecil. Ini jadi sinyal bagi pemerintah, interpretasinya bahwa sisi permintaan belum pulih,” katanya dalam sebuah diskusi daring, kemarin.

Febrio menuturkan, belum pulihnya permintaan yang terlihat dari deflasi tersebut akan menjadi acuan bagi pemerintah untuk terus menggenjot berbagai stimulus yang bisa menggerakkan permintaan, seperti bantuan sosial, banpres produktif, dan subsidi gaji.

“Masih harus kita pastikan seperti perlindungan sosial yang masih lanjut terus sampai akhir tahun dan lumayan on schedule karena setiap bulan ada disbursement sampai Rp200 triliun lebih,” ujarnya.

Sementara mengenai resesi Indonesia, Febrio mengatakan pemerintah sudah diprediksikan mengalami hal tersebut sejak perekonomian melambat pada kuartal I yang hanya tumbuh 2,97%.
Kemudian perlambatan berlanjut pada kuartal II yakni terkontraksi hingga 5,32% serta untuk kuartal III diperkirakan masih dalam zona negatif di kisaran minus 2,9% hingga minus 1%.

“Kalau resesi, ya tahun ini sudah. Resesi bukan sesuatu yang terlalu penting kapan resesinya. Tapi yang namanya resesi itu adalah perlambatan aktivitas ekonomi secara berkepanjangan,” katanya. (Des/Ant/E-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya