PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan laba bersih sebesar Rp1,3 triliun pada semester I 2020. Capaian ini lebih rendah dibandingkan periode semester I 2019, yakni Rp2,01 triliun.
Dari sisi pendapatan, PTBA membukukan sebesar Rp9 triliun hingga pertengahan 2020, atau lebih rendah daripada periode sama tahun lalu, yaitu Rp10,64 triliun.
Capaian kinerja dipengaruhi anjloknya permintaan batu bara akibat pandemi covid-19. Apalagi sejumlah negara tujuan ekspor, seperti India dan Tiongkok, menerapkan lockwon. Begitu juga dengan kondisi domestik yang menjadi pasar mayoritas PTBA.
Baca juga: Perbaikan Harga Komoditas Dipengaruhi Ketersediaan Vaksin Covid-19
Turunnya konsumsi listrik di wilayah besar Indonesia, seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa dan Bali, juga berdampak pada penyerapan batu bara. Harga batu bara terpantau merosot sepanjang tahun ini.
Pada semester I 2020, Harga Batubara Acuan (HBA) tercatat menurun sekitar 20%, dari US$65,93 per ton pada Januari 2020 menjadi US$52,98 per ton pada Juni 2020. Indikator harga New Castro yang menjadi acuan, juga mengalami penurunan hingga 26-27%.
"Ini merupakan dampak dari pandemi covid-19, yang mulai kami rasakan sejak Maret hingga hari ini. Saat krisis sebelumnya, hanya harga yang jatuh, namun permintaan tetap ada. Sekarang, permintaan dalam negeri maupun ekspor, mengalami penurunan luar biasa," ungkap Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
Baca juga: Target Produksi Batu Bara Adaro Turun Jadi 52-54 Juta Ton
Dampak pandemi covid-19 menyebabkan perusahaan untuk terus melakukan efisiensi. Mulai dari aspek biaya operasional hingga organisasi. Langkah efisiensi mengakibatkan pemutusan kerja dan pengurangan kesejahteraan karyawan.
Perusahaan menurunkan biaya operasional, harga pokok penjualan (HPP) dan biaya usaha yang membuat beban pokok penjualan turun 8%. Dari sebelumnya Rp6,9 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp6,4 triliun pada semester I 2020.
Baca juga: Usai Pandemi, Saatnya Tinggalkan Batu Bara dan Beralih ke EBT
Sementara itu, dari sisi operasional tidak terjadi tekanan signifikan. Perushaaan masih bisa memproduksi batu bara sebesar 11,9 juta ton pada semester I 2020. Apabila dibandingkan kinerja tahun lalu, produksi ini mencapai 93% dari pencapaian Juni 2019. Selama semester I 2020, kapasitas angkutan batu bara tercatat 11,7 juta ton.
"Kinerja operasi kami masih perform. Memang dari sisi harga kami tidak bisa kontrol, namun dari operasional kami masih bisa berkinerja sesuai harapan. Termasuk, langkah efisiensi yang kami lakukan," pungkas Arviyan.
Aset perusahaan per Juni 2020 tercatat di kisaran Rp26,9 triliun. Itu dengan komposisi kas dan setara kas sebesar Rp8,6 triliun atau 32% dari total aset.(OL-11)