Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Kinerja BI dan OJK Dianggap tidak Optimal, Ekonom: Tidak Tepat

M. Ilham Ramadhan Avisnea
02/9/2020 22:30
Kinerja BI dan OJK Dianggap tidak Optimal, Ekonom: Tidak Tepat
Logo Bank Indonesia(MI/Panca Syurkani)

EKONOM senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menilai, anggapan lambatnya pemulihan ekonomi akibat belum optimalnya kinerja Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak lah tepat. Sebab keduanya telah berupaya membantu pemulihan melalui beberapa kebijakan.

"Sepanjang pandemi covid-19 otoritas keuangan telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi akibat covid-19," tuturnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Selasa (2/9).

Hendri bilang, BI telah mendukung stabilitas bunga melalui pemangkasan BI Seven Day Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,75% menjadi menjadi 4%. Giro Wajib Minimum (GWM) turut diperkecil menjadi 2% untuk bank konvensional dan 0,5% untuk bank syariah.

Selain itu, Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) naik menjadi 6% bagi bank konvensional dan 4,5% bagi bank syariah. BI juga telah membuka pintu untuk berbagi beban (burden sharing) dengan pemerintah dalam menanggung ongkos pembiayaan pemulihan ekonomi.

Sementara OJK, kata Hendri, juga menjalankan perannya dalam mengawasi sistem keuangan di tengah pandemi. Itu terlihat dari Bank Bukopin yang mengalami masalah kesulitan likuiditas. OJK memberikan kesempatan yang sama bagi dua pemegang saham utama terbesar yaitu Bosowa dan Kookmin Bank dalam menyuntikan setoran modal baru.

"Pada akhirnya, suntikan modal baru dari Kookmin menunjukkan permasalahan bank Bukopin bisa terselesaikan dan menambah prospek positif Bank Bukopin. Lebih jauh, apa yang dilakukan OJK sebagai upaya preventif terjadinya resiko yang lebih besar dalam sistem perbankan nasional," jelasnya.

Baca juga : Komisi XI Sepakati Asumsi Makro RAPBN 2021

Hendri menambahkan, wacana Perrpu yang mengatur pengawasan sistem keuangan dan pengalihan wewenang OJK kembali ke BI tidak relevan. Sebab, saat ini pengawasan sistem keuangan telah dijalankan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sesuai amanat UU 9/2016.

"Pemindahan wewenang pengawasan perbankan kembali ke BI juga belum didasari pada alasan yang kuat, jika memang alasan adalah mendorong proses pemulihan ekonomi, maka alasan ini tidak tepat mengingat OJK telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi. Melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2002 OJK memberikan stimulus bagi perbankan di tengah pandemi seperti sekarang," kata Hendri.

Oleh karenanya ia meminta agar pemerintah, DPR dan pihak terkait untuk menahan diri dan tidak terburu-buru mengetuk palu pengesahan Perppu Reformasi Sistem Keuangan. Hendri bilang, ketimbang menyalahkan otoritas tertentu, evaluasi menyeluruh lebih baik dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Apalagi pemulihan ekonomi tidak sepenuhnya berada di pundak bank sentral maupun OJK. Pemerintah, imbuh Hendri, turut memiliki beban pemulihan yang sama melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Yang tidak kalah penting, pemerintah harus tetap fokus untuk mengurangi penyebaran virus covid-19. Sebab, perkembangan kasus baru akan mempengaruhi kepercayaan konsumen, khususnya kelas menengah atas yang menjadi penyumbang terbesar konsumsi rumah tangga," imbuh Hendri.

"Peningkatan dan penyebaran kasus baru juga akan menghentikan tren optimisme pelaku usaha yang mulai muncul. Langkah lain, program bansos yang cukup besar perlu dipercepat realisasinya untuk menjaga kebutuhan kelompok bawah," pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya