Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Dunia Membutuhkan US$8 Triliun untuk Tangani Covid-19

Despian Nurhidayat
27/8/2020 14:22
Dunia Membutuhkan US$8 Triliun untuk Tangani Covid-19
Petugas Satpol PP menilang warga yang tidak menggunakan masker saat razia di Jalan Raya Karadenan, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/8).(Antara)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dunia membutuhkan sebesar US$8 triliun untuk menangani dan mengatasi dampak covid-19 dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi.

“Dalam hitungan International Monetary Fund (IMF) lebih dari US$8 triliun adalah resources atau sumber daya yang digunakan untuk menangani dan mengatasi covid-19,” katanya dalam diskusi daring yang diselenggarakan Mahkamah Agung, Kamis (27/8).

Lebih lanjut, Sri Mulyani menambahkan bahwa jumlah tersebut merupakan delapan kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan sekitar 10% dari PDB global.

Ia menuturkan seluruh negara di dunia terus berusaha mencari titik keseimbangan dalam mengatasi covid-19 yaitu antara pemulihan di bidang kesehatan maupun ekonomi masyarakat.

Hal itu mengingat jumlah kasus covid-19 yang terus bertambah hingga 23,6 juta orang dengan kematian mencapai lebih dari 814 ribu orang dan belum terdapat tanda-tanda akan selesai.

Di Indonesia sendiri, hingga 26 Agustus 2020 jumlah kasus telah mencapai 160.165 orang dengan 6.944 orang meninggal dan 37.812 orang masih dirawat.

Menurut Menkeu, pandemi covid-19 merupakan bencana kemanusiaan yang memengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.

“Jutaan pekerja kehilangan pendapatan atau pekerjaannya dan banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical,” ujar Sri Mulyani.

Ia menyebutkan semua ekonomi negara mengalami tekanan banyak yang terkontraksi mencapai dua digit sehingga mereka terus melakukan kebijakan countercyclical.

“Indonesia juga mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal kedua 2020 yaitu minus 5,3%,” sambungnya.

Sri Mulyani mengatakan kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena konsumsi masyarakat, investasi, serta kegiatan ekspor dan impor menurun sangat tajam.

Oleh sebab itu, ia mengatakan pemerintah Indonesia membuat langkah-langkah seperti mengeluarkan UU 2/2020, menaikkan batas defisit menjadi 6,34%, dan merevisi anggaran melalui Perpres 72/2020.

Tak hanya itu, pemerintah juga membuat program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan, pemberian bansos, membantu UMKM, mendukung korporasi dan sektoral maupun perekonomian daerah.

“Kita memahami dalam situasi yang luar biasa, emergency, dan urgensi maka kecepatan menjadi sangat penting namun harus tetap akuntable” pungkas Sri Mulyani. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya