Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Ekonomi Warga Anjlok Selama Pandemi

Ins/X-7
08/7/2020 05:32
Ekonomi Warga Anjlok Selama Pandemi
Survei Kecemasan Publik terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat di Zona Merah(Lingkaran Survei Indonesia (LSI))

MAYORITAS warga yang berada di zona merah mengalami kondisi perekonomian semakin buruk selama pandemi covid-19. Warga yang berpenghasilan rendah atau wong cilik mengaku paling cemas tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari karena mengalami gangguan ekonomi. Kondisi keuangan kaum milenial juga lebih buruk ketimbang baby boomer.

Demikian hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang disampaikan oleh peneliti LSI, Adrian Sopa dalam webinar Kecemasan Publik di Zona Merah, di Jakarta kemarin.

Survei dilakukan di delapan provinsi zona merah, yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Utara, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali.

“Sebanyak 2/3 responden (74,8%) menyatakan keadaan ekonomi mereka lebih buruk, 22,4% menyatakan tidak ada bedanya, dan hanya 2,2% responden menyebut kondisi ekonomi mereka justru lebih baik saat masa pandemi,” ujar Adrian.

Lebih lanjut, ia menjelaskan persepsi kondisi ekonomi buruk selama pandemi itu dialami hampir semua kalangan, baik dari segi usia, agama, maupun pendapatan per bulan.

“Segmen agama misalnya, hampir mayoritas masyarakat, baik pemeluk Islam, Hindu, Protestan, maupun Katolik menyatakan kondisi ekonomi mereka buruk selama pandemi ketimbang sebelum covid-19,” tambah Adrian.

Hasil survei LSI juga menyatakan kondisi keuangan pada milenial lebih buruk ketimbang baby boomer selama pandemi. Generasi milenial lahir antara awal 1980-an dan akhir 1990-an, sementara generasi baby boomer lahir antara 1946 sampai 1964.

Terkait kecemasan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, lanjutnya, mereka yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 jutalah paling khawatir (mencapai 89,6%) dan yang tidak khawatir ada 9,8%. Masyarakat yang berpenghasilan dari Rp1,5 juta - Rp3 juta menyatakan 87,4% khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok selama pandemi dan 11,6% tidak khawatir. Warga yang bepenghasilan Rp3 juta - Rp4,5 juta yang mengaku cemas 81,9% dan yang tidak cemas ada 17,6%, sedangkan warga yang berpenghasilan tinggi di atas Rp4,5 juta yang mengaku khawatir ada 67,7%.

Dengan melihat hasil survei yang menunjukkan mayoritas masyarakat mengaku mengalami kondisi keuangan yang buruk, Adrian meminta para elite politik untuk menghentikan tindakan atau perkataan provokasi selama korona.

“Kondisi masyarakat seperti rumput kering, mudah terbakar dengan provokasi dari pernyataan elite. Sebaiknya, para elite hati-hati, jangan dulu provokasi yang dapat membelah publik,” katanya.

Ia juga menyinggung para elite atau pejabat daerah agar tidak mengeluarkan kebijakan tidak populer dan memberatkan warga di tengah pandemi. Misalnya, hindari kenaikan tarif listrik.

Pihaknya juga beranggapan krisis kesehatan bisa beralih ke krisis sosial di tengah pandemi. Adrian mengatakan, selama enam bulan dilanda pandemi, tingkat kecemasan publik atas kondisi ekonomi paling tinggi sejak 2003 lalu.

Ia juga menyebut dana untuk survei kali ini diperoleh dari dana CSR LSI. (Ins/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya